Ada Apa dengan Padang?

Cukup menarik apa yang ditampilkan tokoh Padang akhir-akhir ini. Hal yang baru dan cukup berbeda. Daerah tidak stabil seperti Aceh dan Papua sudah sangat jelas karena apa dan mengapa. Lha ini Padang. Sumatera Barat pada umumnya.

Pilpres mereka memang memenangkan pasangan Prabowo-Sandi, bukan Jokowi-Amin, toh bukan hanya Sumbar yang demikian. Apalagi tokoh yang mereka dukung ada dalam pemerintahan. Alasanya sangat mengada-ada.

Menolak dan mempersulit pembangunan jalan tol yang membentang dari Lampung sampai Aceh juga merugikan mereka sendiri sebenarnya.  akses lebih mudah yang tertolak. Pada sisi lain APBD dari PAD mereka ternyata sangat kecil. Masih terlalu mengandalkan dana perimbangan pusat. Realistis soal pendapatan, namun mereka sangat arogan dalam menyikapi program pemerintah.

Kini, ketika ada bencana alam. Ingat, bencana, siapa sih yang siap dan mampu menangani bencana dengan kekuatan sendiri? Faktualnya dana operasioal reguler saja masih megap-megap. Apalagi ditambah pandemi dan adanya bencana alam.  Tambah berat pastinya.

Ada dua momen yang memilukan. Menteri Sosial, Risma ditolak dan dikatakan pencitraan. Lha itu memang tugasnya. Bagaimana Mensos bekerja kog dikatakan pencitraan. Tidak datang nanti narasinya tidak bisa bekerja. Toh bantuannya juga diterima dengan penuh harap dan suka cita.

Tanah padang haram diinjak Menag Yaqut. Bantuannya juga diterima dengan tangan terbuka. Miris.  Mengapa daerah yang mengaku religius, namun hidupnya penuh dengan kemunafikan. Ada kontradiksi di sini. Salah satu nilai agama tentunya bersikap jujur dan apa adanya. Munafik tentu bukan ranah agama yang baik.

 

Terlalu politis. Membedakan ranah kemanusiaan, agama, dan politik seolah sumir. Sehingga bisa mengaitkan kemanusiaan, politik, dan   agama saling tumpang tindih, bukan sinergi. Seharusnya beragama yang baik akan memampukan orang untuk tumbuh bersama.

Agama semata ritual abai amal. Relasi dengan Tuhan top namun dengan sesama masih memprihatinkan. Menghormati pemimpin itu sejatinya penghormatan pada Pencipta yang tidak kelihatan itu. Bagaimana bisa  mengaku menghormati yang tidak kasat mata, pada yang di depan mata saja menghina.

Entah mengapa bisa terjadi demikian dari tanah dan daerah yang sangat religius itu. mengancam, mencaci, dan menghujat pemimpin seolah sampah. Perlu refleksi mengapa bisa terjadi. Agama mengajarkan untuk bisa melihat kedalaman hati bukan semata caci maki.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan