Anas Bebas, SBY Cemas
Anas Bebas, SBY Cemas
Kemarin Anas urbaningrum bebas. Menjelang Lebaran tentu membahagiakan bagi keluarga dan loyalisnya. Tetapi pasti tidak demikian dengan Pak Beye dan partai Demokratnya. Tentu publik masih ingat, bagaimana drama demi drama tercipta demi partai mersi itu bisa menjadi “milik” Yudoyono, dan kini ada di tangan AHY.
Anas Urbaningum jelas bukan pahlawan, bisa jadi korupsi itu benar adanya, atau sama sekali tidak juga kecil kemungkinannya. Tetapi bahwa ada upaya politisasi kog juga naif jika mengatakan tidak. Mengapa?
Ia adalah orang KPU, wasit dari partai politik yang berkontestasi, usai tidak menjabat, masuk partai. Apakah wajar bisa bersikap obyektif dan benar-benar tidak ada tindakan yang di luar kepatutan jika demikian. toh koleganya, Andi Nurpati kedapatan memainkan kekuasaan untuk partainya dan menjungkalkan pihak lain.
Tentu saja ini cenderung asumtif, namun pasti ada dasar yang cukup, dengan melihat rekam jejak, kebiasaan, dan penegakkan hukum yang sangat lemah di negeri ini. Hanya Demokrat yang mengalami peningkatan dan penyusutan suara paling ekstrem, itu bisa menjadi indikasi karena peran orang-orang mantan KPU.
Mengapa SBY susah tidur?
Pertama, pencalonan AHY menjadi salah satu kandidat, wapres yang paling rasional sampai sekarang masih juga belum ada kejelasan. Sudah membawa proposal dan maaf, mengemis ke mana-mana toh juga belum ada kata sepakat dari Koalisi Perubahan. Bapak siapa yang tidak ketar-ketir coba.
Kedua, ada PK dari kubu Moeldoko dan kawan-kawan yang menggugat kepengurusan AHY. Ini jelas menguras energi, 24 menjelang, bukannya jelas malah harus konsentrasi terpecah belah. Padahal segala upaya sudah dilakukan, apa daya, partai menengah bawah punya keinginan super gede.
Ketiga, eh malah juga kebebasan Anas Urbaningrum pada moment yang relatif sama. Tentu saja PK dari loyalis Demokrat bukan kubu AHY juga memang menggunakan momentum itu.
Kondisi itu tentu membebani Pak Beye yang sangat berat. AHY sama sekali belum bisa diandalkan ala pandangan sang pepo. Ini makin berat, padahal jika melepaskan bisa jadi lebih moncer. Memang dalam banyak kesempatan kelihatan mentah dan belum bisa apa-apa. malah cenderung lingkarannya juga tidak mendewasakan.
Menuding Anas sebagai biang kerok anjloknya Demokrat di dua ajang pemilu adalah naif. Korupsi dan kepemimpinan itu sumber kebusukan dan pembusukan partai yang tidak mau diakui dan bebenah. Tamat. Anas terlibat sangat mungkin, pasti demikian, tetapi ada yang lain-lainnya sama besarnya kesalahannya.
Padahal dengan mengatakan, selamat datang kembali ke dunia merdeka, bahkan lebih bermartabat, bijak, dan bukan malah mencari musuh dan amunisi untuk menyerang jantung Demokrat. Bijak itu memang tidak mudah.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
a great analysis
thanks
Nuwun Prof BD