Anies Baswedan dan Program Abal-abalnya
Menjelang berakhirnya masa jabatan gubernur, Anies Baswedan tentu perlu membuat banyak manuver agar bisa mendapatkan panggung. Karena timnya hanya fokus pada politik cemar asal tenar, ya yang dipakai itu lagi itu lagi. Padahal banyak hal bisa dilakukan. Jangan-jangan emang segitu kemampuannya.
Publik tentu paham, apa yang dicapai pemerintahan DKI selama dijabat Anies Baswedan. Perusakan yang sudah baik , anggaran yang kacau balau, bongkar pasang banyak hal. Naturalisasi sebagai ganti normalisasi nol besar. Rumah DP nol persen juga omong kosong, Eh ditambah indek kebahagiaan warganya malah melorot.
Narasi sih banyak, berbusa-busa malah. Tapi soal covid saja dilemparkan ke pemerintah pusat. Ketika keadaan membaik, cepat-cepat klaim bahwa itu karena kinerjanya. Masyarakat waras tentu paham, bahwa itulah kemampuan mendasarnya. Tidak ada lain yang bisa dilakukan. Hanya wacana alias omong doang.
Paling tidak ada dua hal yang layak dicermati, betapa abal-abalnya si gubernur paling ngebet presiden ini.
Pertama mengenai UMP. Ia yang menaikkan UMP sangat rendah kemudian banyak menimbulkan protes. Tiba-tiba melakukan revisi. Jelas tujuannya demi populis, dan sudah meneken sebelumnya, biar terlihat sebagai pahlawan.
Jelas saja itu perbuatan ngaco. Mana ada buruh separo ASN, kecuali demi mendapatkan pemilih di 24. Apakah pemimpin seperti ini yang akan mengelola negara?
Formula-e. Ini drama tak berujung. Usai melibatkan pemerintah pusat dan menyeret Jokowi namun gagal. Keputusan pemindahan lokasi ke Anco, bukan Monas. Padahal, Monas sudah amburadul. Pohon-pohon tua sudah raib. Itu uang ke mana, hasil penjualan kayu pohon keras dan tua lagi.
Anggaran yang selama ini sudah membuat heboh, perlu audit yang menyeluruh dan obyektif. Bagaimana Jakarta rusak dan tidak ada pembangunan yang signifikan. Anggaran gede dan larinya ke mana. Tidak hanya proyek formula saja yang tidak karuan mengenai anggaran.
Pemimpin itu berbeda dengan anak buah. Kekuasaan yang didelegasikan berdasarkan UU itu memiliki perangkat pendukung. Jelas kalau pemimpin bermutu tidak akan gegabah dan sebodoh itu. demi popularitas, karena memang tidak mampu bekerja, ya ala kadar. Pokoknya tenar, meskipun harus melacurkan diri dan tercemar.
Cukup DKI ynag hancur, jangan Indonesia yang sudah pada trek baik dan akan semakin baik ke depannya. Biarlah Jakarta pernah merasakan salah pilih.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan