Mengapa Anies Menyerah
Mengapa sampai Anies menyatakan penanganan covid sebaiknya langsung ditangani pusat? Beberapa hal yang sangat menarik untuk dicermati;
Ini adalah hal kesekian yang telah dilakukan Anies untuk melimpahkan pekerjaannya kepada pusat. Tentu masih ingat awal 2020 lampau, ketika Jakarta demikian parah dihantam banjir. Konon termasuk paling besar sepanjang sejarah. Menjadi ribut karena titik-titik banjir itu lebih banyak dan lebih lama baru surut.
Kemudian kembali pulik teringat soal wacara naturalisasi dari enggan menggunakan kata normalisasi kali. Semua nol besar hanya besaran nama dan gaungan kisahnya. Pekerjaan sama sekali tidak ada. PUPR akhirnya “mengalah’ dan mengambil alih tugas itu.
Wakgtu itu banyak berseliweran bagaimana seorang pemimpin ketika tanggung jawabnya diambil atasan, berarti dia itu tidak dipercaya. Hal yang tidak menjadi beban bagi Anies. Terus saja melaju dengan aneka keruwetannya.

Pandemi menyusul menjadi bencana lebih dasyat. Malah cenderung membuat gaduh dengan narasi angka positif, membuat jadwal yang ngaco untuk angkutan umum, dan paling fatal soal dana bansos. Lagi-lagi, ketika berhadapan dengan wapres, ia bingung soal data yang mau diberi bantuan.
Lagi-lagi pusat menanggung 1.1 juta bansos. Masih sumir sampai saat ini, antara jiwa atau KK, dan itu toh sekian lama juga tidak menjadi soal. Eh malah lagi-lagi membuat bencana dengan mengatakan PSBB mendadak sehingga membuat investor lari cukup besar.
Kini, di tengah-tengah upaya menanggulangi pandemi, dengan vaksin segala, namun apa daya, Anies Baswedan kembali menyerah. Mengatakan Jabodetabek lebih baik pusat yang menangani, mengapa demikian?
Benar bahwa ada tiga kawasan dan provinsi yang bersinggungan secara langsung dengan Jakarta dan itu termasuk mobilitas sangat tinggi. Ada Jawa Barat, ada pula Banten dan mereka sangat mungkin hilir mudik antara Jakarta dan kedua provinsi lainnya. Perputaran virus sangat mungkin dan bukan tidak mungkin memang menjadi beban.
Toh Banten dan Jawa Barat juga mengalami hal yang sama. Pekerjaan dan domisili yang memang faktanya demikian susah untuk dibantah. Pusat sudah banyak membuat kebijakan yang sangat mungkin diadopsi daerah, di mana mereka adalah penanggung jawab langsung di lapangan dan kondisi praksis yang mereka tahu dan pahami.
Kontradiksi dengan beberapa bulan lampau ketika Anies, orang yang sama mengatakan, jika semua daerah perlu belajar penanganan covid ke Jakarta. Mana yang mau dicontoh? Ketika hal-hal berikut yang terjadi?
Anggaran untuk DKI saja sudah sangat besar, namun banyak kutipan dan denda yang ada. Masih pula pusat banyak menanggung apa yang ada di DKI Jakarta. Sangat mungkin anggaran itu ditanggung pusat, dan yang daerah ke mana?
Angka penularan masih hampir selalu tertinggi. Hanya satu dua kali saja lepas ke daerah lain. mirisnya daerah lain itu kemudian menjadi serius dan sama sekali jauh dari apa yang terjadi dengan Jakarta. Mau apanya yang dicontoh? Sama sekali tidak ada.
Lebih banyak seremoni dari pada aksi untuk mengurangi kerumunan, taat bermasker, jaga jarak, dan taat prokes lainnya. Lihat saja demonstrasi yang tida k berguna selalu difasilitasi, bahkan hanya menjemput orang kaburan pun diizinkan. Membuat tugu peti mati, itu juga seremoni dan ada upacaranya, belum lagi aktivitas harian yang sudah tidak perlu lagi disebutkan.
Apa yang terjadi dengan Anies Baswedan ini sejatinya hal yang biasa, normal, dan tidak perlu kaget. Ini sebuah intrik yang bagi dia adalah keuntungan karena selalu menjadi bahan polemik dan perbincangan media. Apakah ini efektif?
Pernah efektif bagi kemenangannya pada pilkada 2017. Jangan lupa, Itu hanya satu bagian, sementara masih banyak faktor penguat untuk menjatuhkan Ahok. Jadi bukan hanya soal politik cemar asal tenar sumber utama kemenangannya itu.
Pilpres telah membuktikan, bagaimana Prabowo-Sandi menggunakan taktik yang sama. Mereka tidak berdaya juga. Mereka menjadi pembicaraan publik tetapi konyol dan ngaco. Sandi meresa pernah menang dan akan bisa mengulang itu, tetapi abai akan penyebab lainnya. wig pete, tempe setipis atm, itu semua adalah ngaco untuk menarik minat, tetapi pemilih telah cerdas.
Ternyata Anies Baswedan dan timnya masih meyakini bahwa politik cemar asal tenar itu sebagai senjata paling ampuh. Salah. Jelas ini adalah kesesatan yang akan dibayar mahal oleh Anies Baswedan dan kawan-kawan.
Kontraproduksi atas pembangunan Jakarta dengan segala keanehannya memang membuat pembicaraan panas, tetapi secara negatif. Habis sudah pemilih tidak akan laku, ini adalah investasi 2024 sebenarnya. Sejak awal dihabiskan sendiri oleh Anies.
Kesalahan berikut adalah ia dan tim menggunakan segala isu, fenomena, dan fakta sebagai panggung politik. Padahal tidak semestinya demikian. Kerja bagus akan mendapatkan reward secara otomatis. Mau menonjolkan perlawanan tetapi memang tidak sepadan, habis sendirian.
Pilihan memang gaya berpolitik ngaco ala Anies. Konsekuensi harus ia tanggung, melepaskan tanggung jawab sebagaimana kebiasaan naik sepeda lepas tangannya. Tidak ada yang baru dengan keputusannya itu.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan