Balasan Berkelas Eddy Hiariej pada Bambang Widjojanto

Balasan Berkelas Eddy Hiariej pada Bambang Widjojanto

Sidang MK melahirkan drama yang tidak kurang-kurang. Salah satunya adalah ketika mantan Wamenkum HAM Eddy Hiariej mau memberikan kesaksian, salah satu pengacara dari paslon lain menyatakan mundur atau keluar dari ruang sidang. Walk out yang seolah gagah perkasa.

Eddy Hiariej yang “ditolak”, dengan tetap tenang menanggapi sikap walk out itu sangat santai. Ia meminta waktu 30 detik untuk merespons sikap pengacara itu. Sangat menarik adalah jawaban dan respons atas sikap mantan komisioner KPK itu.

“Itu hak Saudara Bambang untuk keluar dari sidang, mengenai yang dinyatakan melalui media itu tidak utuh. Kedua, mengenai status tersangka saya, (Eddy Hiariej) sudah gugur, melalui persidangan di pengadilan” (pra peradilan yang ia menangkan).

Guru besar UGM ini membandingkan dengan status tersangka Bambang Widjojanto yang ia nilai hanya karena belas kasihan jaksa agung ia “terlepas” dari status itu. Deponering tidak meniadakan status itu, bahwa tersangka itu masih demikian, hanya karena kebijakan jaksa agunglah, si tersangka “bebas”, namun tetap tersangka.

Jawaban berkelas, bahwa maunya menolak saksi ahli selaku tersangka, dan ia sendiri, Bambang lupa bahwa ia juga melekat status tersebut. Kedua-duanya sama-sama tersangka, hanya saja bahwa upaya hukum dari Eddy Hiariej sudah gugur.

Ingat ini lepas dari apapun upaya hukum   yang telah ditempuh keduanya.  Publik juga paham kog bagaimana peradilan di Indonesia itu. Namun berani menghadapi dengan peradilan, bukan sekadar deponering yang telah Eddy Hiariej lakukan itu lebih ksatria dari pada yang diterima Bambang Widjojanto, dalam konteks ini tentu asumsi atas jawaban si dosen UGM ini.

Deponering itu juga hak yang dimiliki tersangka, tidak ada yang salah dengan usaha itu. Namun jaksa agung mengesampingkan demi kepentingan umum, atau kepentingan yang lebih luas. Praperadilan itu gugatan atas status yang disandang, dan di dalam persidangan status tersangkanya    sudah dinyatakan gugur.

Keduanya menyandang status tersangka, ada upaya hukum yang mereka lakukan, satu dengan praperadilan, satunya deponering. Keduanya memiliki konsekuensi logis dan juga hukum yang berbeda. Lha memang aneh, melekat status hukum tersangka yang dideponering, namun masih malang melintang di dalam persidangan MK dan malah menjadi tim ahli di dalam pemerintahan DKI kala itu.

Pun Eddy Hiariej 11 12 dengan kasus yang dilanjutkan KPK meskipun pengadilan negeri sudah membatalkan, jika bicara ranah etik juga sami mawon. Toh malah melenggang dan merasa baik-baik saja.

Lagi-lagi perang istilah, namun miskin esensi. Sama saja pelanggar hukum dan memiliki status hukum, lepas dari integritas, malah merajalela seolah suci bersih. Negeri ini krisis etik, perlu diruat atau dirukiyah kelihatannya.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan