Beragama Tanpa Bertuhan

Biasa narasi menjelang dan seputaran Natal itu soal ucapan yang boleh atau haram. Kini melebar dan membesar menjadi pembubaran Natalan. Itu tidak lagi penting, namun bagaimana sikap beragama, ritual keagamaan namun malah mengabaikan kemanusiaan dan Tuhan.

Video yang beredar di WAG dan media sosial, jelas pro dan kontra yang ada. Bagaimana seorang  bapak yang merasa benar membubarkan rencana Perayaan Natal dan seorang Ibu yang merasa benar mengadakan Perayaan Natal di rumah.

Saya tak hendak menyoal boleh dan tidaknya perayaan itu berlangsung. Toh mau mulut berbusa-busa darah juga sama saja, ketika otaknya masih ngontrak.  Malah saya cenderung melihat, bagaimana kedua belah pihak itu hanya bicara tataran egoisme sendiri-sendiri, bertikai pada ritual yang wajib bagi si satu sisi dan pihak lain tidak boleh.

Bagi penganut Kristen yang paham sejarah Gereja, tentu tahu bagaimana bapa-bapa Gereja itu, termasuk para rasul beribadah dan berdoa di katakombe. Apakah mereka mengutuk penjajah Romawi atau imam-imam kepala?

Pasti tidak, mereka fokus pada pengabdiannya pada Tuhan. Mereka tidak memaksakan diri untuk bisa beribadah sama dengan kaum Yahudi di Bait-Bait Allah. Apakah ini sebuah jiwa penakut? Jelas bukan.  Mosok mau beribadah malah ramai, bertikai, di mana kedamaian hati itu?

Dibubarkan, ya bubar saja. Apa tidak ingat, Yesus ditolak di mana-mana dan berujung salib bukan? Hanya diusir dan dibubarkan ibadatnya saja repot dan malah adu mulut dan otot urat sampai keluar. Di mana damai Natal jika demikian?

Damai, hati yang damai itu hakikat Natal, suka cita, kebahagiaan, dan damai sejahtera. Itu tidak kog harus bersyarat, ketika bisa beribadah dengan damai, megah gedungnya, meriah koornya. Tidak demikian. Ritual yang      ditolak, memang merusak relasinya dengan Tuhan?

Malah marah-marah karena tidak bisa beribadat itu yang mengganggu relasi dengan Tuhan. Mengasihi Tuhan itu dengan mengasihi sesama yang tampak. Apakah lupa kata-kata Yesus di kayu salib yang mengatakan, ampuni karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat?

Ingat, anak-anak Terang akan dimusuhi bahkan oleh keluarganya sendiri. Jadi mengapa marah, takut, dan kecewa? Jangan lupa, tidak perlu menuntut hak sebagai warga negara. Takutlah Tuhan, bukan agama.

Mengedepankan ritual namun abai yang fundamental. Damai suka cita. Ada jalan lain untuk melakukan ibadah, tidak perlu juga show of force bukan?

Jangan berkecil hati sebagai anak negeri, ketika sudah menjadi anak-anak Allah. damai sejahtera itu penting.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

 

Leave a Reply