Pekan Suci Berdarah, Bom Makasar Melukai Keberagaman
Kemarin, ketika umat Katolik memasuki Pekan Suci, ada tindakan biadab di Katedral. Lagi dan lagi bom bunuh diri. Kemungkinan besar dilakukan suami istri dan mirisnya lagi, itu adalah kaum milenial.
Ramai-ramai menolak itu adalah kelompok agama tertentu. Padahal gampang, bri saja pernyataan kalau akan dimakamkan tanpa menggunakan agama apapun. Cek saja, lembaga agama mana yang ngamuk duluan.
Padahal mereka juga yang duluan mengatakan jangan kaitkan dengan agama. Ini masalah serius, soal tanggung jawab dan soal sikap sportif, jangan munafik.
Penyakit itu harus didiagnosis, diperiksa, gejala-gejalanya, dan kemudian diberikan obat, sesuai dengan indikasi dan sesuai dosisnya. Sama juga dengan beragama, ketika ada yang menyimpang, ya diakui ada masalah, diselidiki, dianalisis, dan kemudian dicarikan sebentuk solusinya.
Masalah, ketika penyakit yang ada tidak diakui. Misalnya malu kena HIV-AIDS mengaku hanya flu. Diberilah obat warungan, tahu-tahu sudah akut dan menjelang maut. Sepanjang, keberanian mengakui ada yang salah, tidak akan pernah selesai.
Barang bukti yang disita dalam penangkapan 4 terduga teroris di Jakarta dan Bekasi ada seragam FPI dan poster bergambar HRS dan kaos berkaitan dengan reuni alumni 212. Apakah mereka masih bisa berkelit? Duh …, mengerikan. (tribunnews, 29/03/2021).