Meretas FPI demi NKRI
Pencalonan Kapolri baru terasa berbeda, ketika dari agama yang tidak biasa. Nah negara ini berdasarkan Pancasila, namun sekian lama, terutama usai reformasi dan lagi khususnya beberapa tahun terakhir, seolah agama adalah panglima. Tidak suka karena agama kecil yang enjadi calon kemudian beramai-ramai menolaknya. Padahal bukan menjadi ketua jemaah atau ketua organisasi agama.
Profesional, bahkan sekadar pegawai saja sudah sejak awal didikotomikan soal agamanya. Pernah ada hukum tak tertulis mengenai menteri sejumlah prosentase pemeluk agamanya. Apa kaitan tugas dan jabatan menteri dengan agama coba? Padahal sejatinya menteri itu kan kaitannya dengan profesionalisme. Masih bisa dinalar dengan mudah, ketika jumlah kursi sesuai dengan jumlah suara pemilih.
Belajar dari Lurah Susan, Kapolda Sigit dan Nico, keputusan Presiden Jokowi untuk tetap mengajukan nama Listyo Sigit itu benar dan jitu. Ini bukan soal agama, namun mengenai kapasitas, rekam jejak, dan prestasi. Berapa banyak orang-orang beragama kecil namun potensial harus mengubur kemampuan mereka di masa lalu karena takut penolakan warga yang dikompori oleh segelintir elit dengan pasukan yang itu-itu saja.
Bisa dibayangkan apakah akan seadem ini, pencalonan Listyo Sigit jika FPI belum bubar dan bahkan sudah dilarang. Pun si ketua besarnya sudah dalam bui. Seolah kehendak alam. Bagaimana ia pulang dan masuk bubu untuk berteriak-teriak dan kemudian senyap seribu bahasa karena memang sudah tidak lagi berdaya.
FPI-MRS sih hanya pemain lapangan. Bukan mereka yang memiliki agenda. Mereka sekadar melakukan aksi dan demonstrasi sepanjang ada pemesan, bohir, dan petualang politik yang menggunakan jasa. Tanpa itu mana mereka memiliki ide atau gagasan sendiri. Agitasi semata menjual proposal siapa tahu ada yang berkenan dan mendaftar untuk membuat kisruh keadaan.
Pemenggalan dan remuknya reputasi FPI-MRS sangat membantu bagi keberadaan negara yang kembali kepada NKRI. Putera terbaik menjadi apa saja tanpa memandang agama, suku, atau etnis apapun. Yang pasti NKRI Indonesia. Hal yang pernah terjadi, jadi bukan semata utopia.
Lihat saja genderang penolakan itu senyap, hanya faksi, bukan sebagai lembaga pula. Ormas agamis dengan organ sayapnya juga adem dan menyatakan dukungannya. Pun partai yang biasa memainkan agama, seperti PAN kini juga menyatakan persetujuan. Kembali Pancasila.
Kasus demi kasus yang membelit MRS suka atau tidak membuat FPI mati kutu. Kekuatan finansial, uang, dan sosok Rizieq di balik aksi-aksi mereka apapun isunya. Tiga tahun lebih MRS pergi, kendali jauh tidak demikian efektif, toh masih dapat banyak bicara. Berbeda ketika MRS kena batunya dan masuk bui, semua habis.
Pembekuan rekening pukulan telak. Pukulan mematikan ala petinju yang masih sempoyongan kehilangan figur pemersatunya. Bagaimana bisa bergerak leluasa tanpa uang sebagai pelancar dan pengumpulan massa.
Deklarasi PPATK yang ada di dalam SKB memberikan pukulan berikut, bahwa para pengirim uang juga sangat jelas terbaca. Di mana mereka, siapa mereka, dan kapan uang itu berpindah dengan sangat mudah tertelisik oleh mereka. Negara memiliki hak untuk membuka itu, dan pantas kalau para pemakai mereka yang sempat bergaya pada awal November lalu, kini hilang bak ditelan bumi.
Hal yang amat serius, mereka bekerja sama dengan ormas ilegal dan akhir tahun bahkan ormas terlarang. Juni tahun lalu mereka ilegal karena izin mereka habis dan tidak diperpanjang. Akhir tahun bahkan menjadi terlarang. Ini bukan soal mudah.
Kasus demi kasus menanti pimpinan dan pemersatu FPI ini. Tanpa kasus yang menjerat MRS, FPI pasti masih akan eksis. Namanya juga manusia, biasa terlena, coba ia taat hukum, tidak menghasut dan berlebihan di dalam bersikap, ia masih bisa eksis dan masih banyak pesanan. Nasi telah menjadi bubur. Mau mengatakan ia dikriminalisasi sangat mudah dimentahkan. Selain percakapan mesum, ia susah berkelit lagi, jejak digital sangat lengkap bagaimana ia mencaci maki, menghina sana sini, dan menebarkan permusuhan.
Tanpa menggunakan kasus percapakan mesum yang sangat bisa diperdebatkan, sudah cukup bagi MRS untuk masuk bui. Paling aneh adalah soal riba bank, namun memiliki rekening lebih dari 60, luar biasa. Mana bukti dan fakta perkataannya yang selama ini agamis itu? Yang sederhana saja mereka tidak lakukan.
NKRI yang hakiki semakin di depan mata tanpa kehadiran FPI. Negara menjadi semakin adem dan pembenahan bidang lain, terutama korupsi akan menjadi lebih mendapatkan prioritas.
Jalan panjang menuju kembali kepada NKRI kini sudah menemui titik terang. Pancasila akan menjadi ideologi bangsa bukan Pancasila yang condong ke kanan atau kiri. Perjuangan tanpa lelah memang butuh waktu dan proses.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan