Di Balik Rocky Gerung

Di Balik Rocky Gerung

Menarik apa yang disampaikan Rocky Gerung itu mendapatkan reaksi yang begitu beragam. Pro dan kontra masih cukup hangat. Ada pihak yang marah dan melaporkan itu ke pihak berwajib, atau berseru dengan taggar tangkap RG, dan sebagainya.

Paling penting dan jauh lebih menarik adalah pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan, itu urusan kecil, saya tetap bekerja. Delik aduan yang tidak akan bisa menjadi kasus hukum bagi Rocky Gerung. Sikap Presiden Jokowi jelas. Mematahkan pernyataan, bahwa si “profesor” ini bukan membidik Jokowi sebagai presiden.

Ia mengatakan mengenai IKN, ke China, mengurusi atau cawe-cawe penggantinya, mengamankan kebijakannya, jelas itu  merujuk pada Presiden Joko Widodo, bukan Jokowi yang lain. Jelas,    tidak ada dalih lain.

Reaksi Presiden Jokowi yang demikian, berbeda dengan lingkaran utama Demokrat yang begitu heboh membela. Ketua Bapilu, Andie Arief, ada Hersubeno, mereka seolah menjadi pembela, pembenar, dan Rocky Gerung yang benar. Jokowi salah. Aneh dan ajaib sebenarnya.

Menjadi lebih aneh dan naif lagi, ketika pemilik akun Refli Harun menghapus video itu. Lha kalau  benar, tidak bersalah, dan itu adalah kritik yang betul, mengapa dihapus.

Bagus komentar Mohamad Sobary yang mengatakan Presiden Jokowi itu tidak menganggap para oposan yang menggunakan terminologi kritik, padahal penghinaan. Reaksinya itu tepat, bagus, dan cerdas. Tidak menciptakan pahlawan, karena para pencaci ini maunya jadi pahlawan. Ketika ia bersikap reaktif, lapor polisi misalnya, si pencaci ini menjadi pahlawan.

Sikap demikian ini malah nyilike, mengecilkan, memberikan poin sangat kecil, tidak direwes, tidak dianggap, dan diluwehke. Seperti anjing menggonggong kafilah berlalu. Dianggap angin semata. Jelas dan lugas, tetap bekerja, dengan kata lain yang banyak omong tidak bekerja.

Demokrat yang repot dan sibuk, karena memang mereka memiliki kesamaan dalam berpolitik. Maunya adalah Rocky Gerung dilaporkan, mirip SBY ketika dikritik, merasa dihina, dan pelaporan polisi, jika Jokowi  diam, mereka akan malu. Lha SBY yang reaktif sendirian.

“Pembelaan” mereka itu melindungi big boss yang baperan. Maunya ada teman yang sama-sama baper. Eh Jokowi tetap saja tidak memberikan respons yang berlebihan. Makin malu.

Apa yang Rocky Gerung nyatakan itu sering juga dipakai Demokrat untuk mencari ketenaran. Mereka berpolitik dengan cara naik melalui puing-puing yang mereka harapkan dari Jokowi. AHY dan juga SBY dan elit mereka selalu saja berlaku demikian. Negara tidak baik-baik saja, utang yang naik terus, salah kelola, dan sejenisnya.

Identik bukan? Tentu saja tidak hanya Demokrat yang berlaku demikian.

Oposan rata-rata begitu. Hanya bisa menggunakan puing-puing reruntuhan yang mereka harapkan dapat mereka peroleh, dengan menghajar Jokowi. Mereka salah memilih target.

Padahal begitu banya cara untuk menaikkan pamor.  Begitu mudah bahkan untuk memperlihatkan diri sebagai elit mumpuni itu. Buat saja prestasi, bukan sensasi terus.

Politikus yang gemar menebarkan sensasi itu biasanya tidak punya prestasi, jika punya mereka tidak perlu susah payah membuat kisah bombastis, nihil makna. Sama juga caci maki dengan alasan kritik, padahal tidak ada isinya sama sekali.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan