FKUB Cilegon dan Kerukunan
Menarik ketika ada pernyataan dari kelompok yang menggunakan nama kerukunan beragama, namun menggunakan cara negasi dalam membangun kerukunan. Biar kota itu rukun jangan ada gereja dibangun di sana.
Pembangunan rumah ibadah adalah hak setiap umat beragama di Indonesia, apalagi sah diakui sebagai agama resmi di negeri Pancasila ini. Berbeda ketika itu adalah rumah ibadah yang tidak diakui di negeri ini. Padahal ini pun sejatinya keliru. Berkoar-koar HAM namun pada hak yang esensial seperti ini pun luput.
Tanpa pakai lama, pernyataan itu dimentahkan oleh keberadaan ibadah Lebaran, di mana ada banyak media menyorot bagaimana pelataran gereja dijadikan tempat untuk solat Hari Raya Idulfitri. Seolah ini adalah tamparan bagi forum yang seharusnya menjadi panglima di dalam hidup bersama dengan rukun dan damai.
Jawaban yang sangat cerdas, melalui aksi bukan hanya dema demo dan narasi yang begitu-begitu saja. Bahasa gambar yang begitu gamblang menampar elit daerah yang pastinya tokoh agama setempat.
Negeri ini berdasar Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika. Rohnya adalah keberagaman. Namun memilukan, ketika sekelompok orang mau memaksakan kehendak untuk seragam. Agama hanya satu, itupun sering hanya sekelompok kecil yang sukanya memaksakan kesatuan yang sama.
Fenomena yang akhir-akhir ini demikian masif terjadi di mana-mana. Miris sebenarnya dengan keberagaman yang khas bangsa ini. Eh malah mau dirusak demi kepentingan politis.
Politik identitas. Bagaimana sekelompok orang menginginkan ideologi yang berbeda untuk menggantikan Pancasila. Mereka ini melakukan provokasi dan infiltrasi, sehingga memberikan dampak dan pengaruh yang sering tidak disadari oleh yang moderat sekalipun.
Pembiaran. Sekian lama, tidak mau dan tidak bisa menegakkan aturan karena poin di atas. Ada dugaan kalau peradilan sudah masuk angin, atau memang sebarisan.
Bangsa ini tidak boleh diam tetapi bukan juga dengan kekerasan dan main hakim sendiri. Lebih membuka diri dan wawasan hidup bersama tentu akan menjadi baik semuanya. Kemanusiaan dan hidup di tengah dunia, bukan hanya fokus pada akhirat namun abai dengan sesama.
Salam penuh kasih
Susy Haryawan