Heyna Bencana

Belajar dari kejadian-kejadian di balik bencana, ternyata anak negeri ini masih banyak yang tidak tulus. Tentu bukan semata kisah di Cianjur, dengan menyobek label, minta pakaian, makanan, dan tenda yang lebig bagus. Hampir semua bencana ada warna yang senada.

Begitu banyak komentar, status, dan kisah, bagaimana ormas, parpol tertentu itu mengambil bantuan pihak lain dan diberi label mereka. Modal bendera dan tulisan atas pemberian pihak lain. kisah dan cerita demikian, sering kali terdengar dan tertuliskan dalam media sosial.

Heyna itu binatang yang mengambil hasil buruan hewan lain. Jenis ini  bahkan akan mengambil buruan hewan lain, meskipun ada di mulut si pemburu. Tentu saja ini karakteristik hewan, yang tidak memiliki dan diperlengkapi oleh Pencipta dengan akal budi, apalagi bicara mengenai ranah etis.

Pencipta memang tidak menganugerahkan akal budi, kemampuan moral memilih baik dan buruk pada binatang. Berbeda dengan manusia. Filsuf mengatakan, jika manusia adalah hewan yang berakal budi. Artinya pembedanya antara binatang dan manusia ada pada akal budi.

Heyna demi mempertahankan hidup bisa merebut makanan dari mulut binatang lain yang sedang menikmati buruannya. Instingtif, yang penting makan, tanpa mau tahu asal makananya itu dari mana. Hidup menjadi prioritas, hal yang paling dasar dan harus terpenuhi.

Manusia memiliki akal budi, tentu saja berbeda dengan binatang, dan itu pembeda yang paling hakiki. Secara sarkas manusia yang abai akal budi dan atau ranah etis berarti sama dengan binatang.

Perbuatan baik itu sudah selayaknya dengan motivasi dan cara baik juga. Heyna tidak     perlu memiliki falsafah demikian. Binatang tidak perlu bicara baik, benar, dan proses sesuai dengan aspek kepatutan.

Manusia tentu berbeda. Mau berbuat baik itu ya prosesnyaa tentu harus baik juga. Motivasi pun demikian. Mosok orang kalah dengan binatang.

Mau membantu ya harus berusaha, mengumpulkan, kalau memintapun dengan cara baik, bukan  mengambil, kemudian modal label dan menempelkan itu seolah adalah bantuan dan modal mereka.

Padahal menjadi penyalur saja tidak ada buruknya. Jauh lebih baik, dari pada mengambil keuntungan dengan cara manipulatif begitu. Merasa tidak cukup jika hanya menjadi penerus, penyalur, dan bukan pemberi, namun aneh, ketika maling, malak, dan mengambil laih bantuan orang atau pihak lain.

Lucu, naif bahkan, kebaikan kecil tidak cukup namun dilakukan dengan tindak jahat dan buruk. Usaha lebih lagi enggan, namun maunya mendapatkan hasil yang luar biasa. Aneh dan lucu, mengaku orang, beragama pula.

Motivasi, proses, dan juga tentunya hasil  baik itu tindak manusia. Di luar itu apa bedanya dengan hewan. Proses, cara, jalan itu kudu baik juga, jika mau hasilnya baik, sayang jika tidak demikian.

Manusia bukan hewan, berperilakulah selayaknya manusia. Bisa membedakan baik dan buruk, bukan asal tenar, dapat penghargaan, meskipun caranya buruk. Mosok gak tahu malu sih, bertindak bak heyna?

Salam penuh kasih

Susy Haryawan

 

Leave a Reply