Hidup Tak Semudah Keliling Pakai Metic

Beberapa waktu, sibuk membuat kolam di depan rumah. Jalan kampung namun ramainya sudah kek pinggiran kota. Apalagi ada warung yang lagi trend di media sosial. Sambil nguli, juga mengamati, banyaknya anak-anak, usia anak saya, kisaran 20-an awal, boncengan pakai metic, ada pula yang sudah mulai bertiga.

Wajah-wajah bocah, sudah momong anak pula. Naik turun, kebetulan posisi rumah pas tanjakan.  Seolah tiada beban hidupnya. Cukup dengan putar-putar dan naik turun dengan berboncengan mesra. Dunia dan jalan seolah  milik mereka berdua atau bertiga.

Mungkin, karena bukan riset mendalam, ini dampak pandemi. Sekolah enggan, kerja juga banyakan dari rumah, akhirnya kawin. Jadi ingat, kaos saya, tulisannya, hidup tidak semudah kata motivator.  Kali ini sedikit berbeda. Berkeluarga tidak sesederhana keliling pakai metic.

Sederhana sih pakai metic, kepemilikannya pun mudah, dengan uang sejuta sudah dikirim ke rumah motor plastikan. Kerja UMR bisa untuk membayar cicilan. Anak biar neneknya yang merawat. Makan ikut orang tua/ mertua. 

metic

Mau urusan lain, mungkin tidak menjadi pertimbangan. Bagaimana membangun rumah, membangun relasi keluarga besar, bermasyarakat, dan tetek bengek  lainnya. Mungkin ini pandangan ekstrem soal ribetnya hidup berkeluarga.

Tetapi bukan juga kampanye hidup melajang, karena tentu saja ada plus dan minusnya yang tidak semua sepakat dan kuat.  Hitung-hitungan sederhana sih, dua tiga tahun kerja, kedua orang bekerja dengan upah UMR, dengan modal awal motor, masih hidup dengan salah satu orang tua, cukup untuk membuat hidup bertiga dengan leluasa.

Tanpa berpikir listrik, air, uang sekolah, uang ini dan itu, mereka bisa bebas, tertawa-tawa mesra di atas motor. Tidak suka masakan rumah, keluar jajan. Sesederhana itu.

Pernah terlontar, lha anak-anak pada nikah, apa tidak ndhedher kere? Ini hanya soal ekonomi. Bagaimana soal kejiwaan, atau psikologis, kala  dewasa awal sudah harus berumah tangga. Ada dua anak kisaran awal dua puluhan, kanan-kiri rumah, satu cerai, satunya mau cerai keburu hamil.  Bagaimana anak itu sudah membawa benih-benih luka sejak dalam kandungan.

Belum lagi, jika bicara pendidikan formal anak-anak. Atau masih berfikir  ada anak ada rezeki. Ini sih spekulasi. Lebih baik ya ada rezeki ada anak, bukan malah dibalik.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

4 thoughts on “Hidup Tak Semudah Keliling Pakai Metic

  • April 28, 2021 at 2:26 am
    Permalink

    Srtuju, Mas Susy. Ada rezeki ada anak. Bukan ada anak ada rejeki. Karena hidup bukan mikirkan perut semata, seperti hewan. Salam sehat untuk keluarga di sana. Terima kasih telah berbagi.

  • April 30, 2021 at 11:55 pm
    Permalink

    Iya betul, banyak terjadi dimana2. Menggampangkan, terburu-buru, tidak memikirkan bagaimana ke depan, dan semacamnya. Repotnya lagi, ini menjadi trend anak muda..

Leave a Reply