KPK OTT Maling, Kali ini Rektor
Penghalusan istilah maling berkerah putih dengan istilah korupsi membuat pelaku dan calon pelaku tidak malu. Mereka masih cengegesan dan merasa baik-baik saja. Ini memilukan. Sebut saja maling, garong, rampok, atau apapun yang sangat nista.
Eh kini, rektor menerima upeti untuk memperkaya diri. Ini sejatinya bukan hal baru. Kalau ada yang mengatakan sekolahan saja mendidik maling berdasi (korupsi), dolannya kurang jauh. Wong masuk sekolah negeri kelas menengah SMA-P saja sudah main uang sejak dulu kala. Hal yang bukan lagi rahasia.
Era Orba bahkan ada kelas khusus model suap ini. Hal yang sangat lumrah, anak pejabat baik ASN, Polri, atau TNI. Apakah hal yang sama tidak terjadi untuk kelas kampus atau universitas? Sangat naif jika percaya baik-baik saja.
Hal menarik yang layak dicermati dan kudu dicari oleh pihak yang berwajib adalah, bagaimana pemalsuan tanda tangan gugatan UU IKN kala itu apakah mereka ini, para pelaku juga yang masuk karena suap? Toh ini hanya sebuah harapan yang tidak akan kesampaian, karena model penegakan hukum maling berdasi hanya berhenti pada satu kasus, tanpa pengembangan.
Pidana pemalsuan tanda tangan yang sangat berat hanya dianggap angin lalu, bahkan dikatakan sebagai sikap kritis, susah berharap lebih jauh. Wajar kalau lembaga itu memang kotor.
Miris sebenarnya ketika lembaga pendidikan saja sudah sekotor itu, bagaimana tidak, kala uang dan kong kalikong, ideologi ultrakanan juga merajalela bisa berbuat lebih baik bagi bangsa dan negara.
Sektor pendidikan sudah terpampang sangat gamblang menjadi sarang penyamun, apakah masih akan dengan cara-cara biasa? Harusnya dan tentu saja tidak seharusnya demikian.
Bersih-bersih, minimal dari diri sendiri dulu dan kehendak baik untuk kehidupan bernegara yang lebih baik. Pasti bisa.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan