Memfitnah Tuhan dan Setan Pensiun

Memfitnah Tuhan dan Setan Pensiun

Bangsa ini negeri yang sangat religious. Pembangunan rumah ibadah apapun jenisnya di mana-mana dan megah. Lihat saja di sekeliling masing-masing, apapun jenis “rumah Tuhan” itu mentereng dan lebih baik, lebih megah, dan kadang menjadi sangkar emas di lingkungan jelek. Pokoknya pasti lebih bagus dari sekitarnya.

Jika rumah-rumah di daerah itu masih dari papan atau kayu, rumah ibadah pasti sudah permanen atau tembok. Kalau lingkungan masih berlantai beton atau tegel, rumah ibadah sudah keramik. Rumah-rumah warga banyak yang belum berpendingin ruangan, kini “rumah tuhan” itu sudah banyak yang ber-AC.

Wajar demikian, karena yang membangun adalah banyak pihak, dan yang rumahnya jelek saja sangat mungkin membantu sangat besar. Persembahan untuk Sang Pencipta, Sang Pemilik, dan Sang Kuasa memang layak yang terbaik.

Konon, setan itu malaikat yang sombong, mau sama dengan Tuhan dan diusir untuk mengelana di dunia. Tugasnya menggoda manusia untuk mengingkari, menjauh dari Tuhan. Apapun agamanya keknya sama deh terminologi si penggoda ini, mau namanya apa, pokoknya nada dasarnya begitu.

Nah, sekarang, zaman modern ini, apakah hal demikian itu masih cukup relevan dan mendominasi hidup manusia? Seharusnya tidak. Kemampuan pikir, olah rasa, dan juga olah cipta manusia tidak seprimitif dulu lagi.

Konsep Tuhan dan setan tentu kudu berkembang sesuai dengan kemampuan manusia. Tidak pas jika bicara abad-abad lampau untuk mengenal dan juga mendekati Tuhan dan setan di saat ini. Tentu saja bukan dalam arti kitab-kitab suci itu ketinggalan zaman, namun pengenalannya tentu dengan kontekstualisasi.

Memfitnah Tuhan

Sering kita dengar, di tengah masyarakat religius, Ketika sakit, menderita, miskin, atau ada kecelakaan mengatakan itu sebagai kehendak Tuhan, takdir, rencana Tuhan, cobaan, atau ujian. Padahal sakit karena pola makan, kurang gerak, atau makan sembarangan sehingga kita menderita sakit.

Sombong, enggan kerja keras, kemudian miskin dan menderita, mosok itu kehendak Tuhan sih? Itu adalah konsekuensi atas pilihan kita untuk tidak mau berupaya. Melemparkan kesalahan, tanggung jawab, dan melarikan diri dari keadaan yang sebenarnya kesalahannya sendiri.

Tuhan menjadi sasaran untuk dipersalahkan, dan tidak mungkin kog Tuhan akan menghukum, ngamuk, ngambeg, atau menampar sehingga orang yang mengatakan atau menyalahkan-Nya akan kena kutuk misalnya.

Setan Pensiun

Konon kan tugas setan menggoda manusia. Lha sekarang manusianya yang mencari-cari setan untuk diajak kerja sama. Tidak perlu susah-susah untuk menggoda orang. Lha manusianya sudah datang, menggoda, dan malah menawarkan proposal kerja sama dengan setan.

Sikap tidak bertanggung jawab, ngeles, sombong, dan merasa diri benar jelas-jelas agen si setan. Bagaimana orang beragama namun tinggi hati, merasa paling baik, benar, dan pasti merekalah yang terberkati sendiri?

Lebih jauh dari sikap di atas kemudian berkembang menjadi pribadi yang menghakimi. Pihak yang berbeda pasti salah, perlu diperangi, dan dilabeli musuh, darahnya halal, boleh ditumpahkan atas nama tuhannya. Mosok sih Pencipta merusak bahkan memerangi yang Ia ciptakan sendiri?

Bertuhan itu juga berpikir secara kritis, ada logika yang kudu mengikuti dan menjadi pedoman. Mengapa? Ya biar tidak keliru memahami, menghayati, dan mengenal Tuhannya. Tidak lagi akan memfitnah Tuhan dan menjadi agen jempolannya setan.

Dogma itu penting, namun tanpa sikap kritis dalam memahami dengan otak  atau rasio akan menjadi fanatisme sempit. Membesar-besarkan perbedaan, mengedepankan kemarahan, dan menciptakan perselisihan. Padahal seharusnya adalah menemukan titik temu untuk bersaudara, damai satu sama lain, dan suka cita di dalam hidup ini.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

 

 

Leave a Reply