Minat Baca, Gramedia, dan Gacoan

Minat Baca, Gramedia, dan Gacoan

Beberapa saat media diramaikan dengan rilis survey yang mengatakan, jika IQ orang Indonesia itu ada di kisaran 78. Sudah ada yang baru, pada angka 83. Ada peningkatan. Nah menarik untuk diulik lebih lanjut, mengapa begitu rendahnya inteligensia negeri ini.  Beberapa hal yang cukup menarik itu sebagai berikut;

Warga Semarang pasti paham posisi toko buku Gramedia Ngesrep itu berdampingan dengan mie Gacoan.  Sumber macet ketika jam dan hari tertentu. Jika yang membuat macet itu toko buku, itu harapan bahwa warga masyarakat pecinta buku. Mirisnya bukan, malah sebelahnya alias penjual mie yang sangat laris dan viral itu.

Tidak salah memenuhi cafe mie, namun berbanding 1800 dengan toko buku yang bisa dikatakan sebagai sumber ilmu itu. Wajar ketika   keberadaan dan kemampuan intelektualnya itu rendah, karena disajikan fakta yang demikian. Hampir semua tempat relatif sama, toko buku kalah ramai dengan tempat makan.

Terkonfirmasi dengan laporan PISA bahwa minat baca warga negeri ini juga sangat rendah. Asupan gizi untuk otak minim. Apalagi diperparah dengan luberan budaya gadget yang menggerus minat baca yang sudah sangat rendah itu. Media sosial menjadi penyumbang relatif besar atas rendahnya minat baca.

Harga buku yang sangat mahal, karena permintaan buku juga rendah. Menjadi lingkaran setan yang tidak  habis-habis. Mau murah berarti mencetak dan menjual sangat banyak, padahal peminat sangat sedikit.

Keteladanan yang lemah. Saat ini sangat jarang  orang bahkan di kampus terlihat orang membaca buku disela-sela waktu senggang atau antri. Lebih banyak membuka-buka HP dan sosmed. Mau mengubah itu perlu gerakan yang sangat keras, bukan sekadar sehari-dua hari, namun  perlu waktu sangat lama.

Kehendak yang kuat, berani menentang arus dan itu kadang tidak mudah. Susah bahkan, wong mengalahkan diri sendiri dan lingkungan.  Jika ada kehendak yang kuat, tetap bisa dan pasti bisa.

Gerakan bersama. Perlu gaung dan aksi bak bola salju, menggelinding dan menjadi sangat besar. Tanpa tindakan demikian akan sangat sulit. Sekolah terutama bisa diwajibkan membaca dan membahas atau melaporkan berapa buku dibaca tiap periode waktu tertentu.

Harapan perlu dipupuk keadaan akan membaik. Semua pasti bisa asal ada kehendak.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan