Nasdem Makin Panas Adem
Nasdem Makin Panas Adem
Pertanyaan yang sangat logis diajukan putri Gus Dur itu yang hendak dilamar menjadi bakal calon wakil presiden. Mengapa? Karena gonjang ganjing di dalam Koalisi Perubahan itu begitu kerasnya. Nama saja berubah, belum lagi soal antitesis atau melanjutkan Jokowi. Kesatuan nama dan visi saja masih belum ada.
Lamaran pada Khofifah pun tidak mendapatkan respon yang semestinya. Pun ke mantan Ketua MK atau saat ini Mekopolhukam, Mahfud MD juga sebelas dua belas. Berakhir pada penolakan. Aneh bin ajaib, bahasanya relatif sama, tidak yakin dengan berbagai variannya.
Wajar Nasdem kembali panas adem, sempat terlontar, bacapresnya tidak usah banyak retorika dan narasi. Usai kepulangan ibadah haji yang sudah setahun, sudah bulan Sura lho, berganti tahun, belum juga berani mengatakan siapa bacawapresnya. Padahal sudah ada yang sangat ngebet untuk duet.
Nasdem tentu yang paling rugi. Pikiran Surya Paloh ketika sukses membawa Jokowi ke pentas nasional, kala itu Megawati dan PDI-Perjuangan masih bersikukuh bahwa Megalah calon satu-satunya. Keberanian Paloh membuat Mega tahu diri dan membawa Jokowi ke putaran pilpres, skala nasional. Rekam jejak jelas gemilang.
Sukses di Solo dengan dua kemenangan, bahkan lebih dari 90% di periode kedua pilwakot, karena memang prestasi. Di bawa ke Jakarta juga gebrakannya sangat jelas. Publik, terutama media bahkan menjadikannya kesayangan. Seolah membandingkan dengan keberadaan SBY selaku presiden. Oposan dalam kinerja, pilihan publik, yang melihat kinerja dan pencitraan.
Hal-hal di atas bukan klaim, sebagaimana Anies Baswedan yang dicitrakan sebagai antitesis Jokowi. Kemunduran koalisi rintisan Paloh adalah tagline ini. Ngilu pastinya. Meskipun dibantah mau meneruskan, bukan membalik apa yang dilakukan Jokowi. Semua tidak bisa mengubah pernyataan sebelumnya.
Penangkapan salah satu elit Nasdem membuat keadaan lebih runyam. Terbang ke mana-mana dengan jet pribadi, kini sama sekali tidak terlihat lagi. Susah membantah dana tak terbatas itu terhenti. Mereka juga tidak siap dengan jalan lain, plannya macet.
Menggunakkan terminologi agama, dijegal, zolim, bla…bla…sama saja. Tidak ada pengaruhnya lebih jauh. Malah makin susah.
Survey-survey sama sekali tidak memperlihatkan dukungan. Kecuali akan menggunakan cara-cara pilkada DKI dengan menjadi pecundang, menang beruntung dengan memainkan ayat dan mayat. Susah jika itu untuk skala nasional.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan