Obsesif Surgawi
Orang beriman memiliki keyakinan kehidupan setelah kematian. Hal yang sangat normatif dalam beragama. Agama juga mengajarkan, jika surgawi dan kehidupan setelah kematian itu tidak ada yang tahu. Hak sepenuhnya di tangan Allah.
Entah mengapa, terutama hari-hari terakhir ini begitu marak klaim masuk atau jalan ke surga dengan cara kekerasan. Bom bunuh diri, dan tujuannya juga maksudnya membunuh pihak lain tentu saja. Namun naas, korban malah diri sendiri bukan pihak lain.
Memilukan adalah para pengajar, pendoktrin, dan para pemberi ajaran, perintah, dan perencana itu tidak mau mati duluan. Sepakat kata ketua PB NU kalau mereka ini mau buru-buru ketemu bidadari. Entah kalau yang perempuan. Mereka sedikit namun nyalinya besar untuk mati.
Kasihan, benar-benar kasihan para korban. Semoga mereka mendapatkan pengampunan dan Maha Pengampun, karena ketidaktahuan mereka. Mereka tidak paham, bukan semata salah paham, namun paham yang salah.

Surgawi Itu Konsekuensi
Jika beriman dan yakin bahwa itu hak prerogatif Tuhan yang empunya surga, manusia hanya berusaha. Apa yang diupayakan? Ya jelas, hidup seturut tuntunan agama. Mengasihi Allah Sang Pencipta dan mengasihi sesama. Di sini termasuk lingkungan juga.
Nah, bagi yang taat, mereka akan mendapatkan surga itu, bukan malah surga itu “direbut” dan “direnggut.” Seolah surga itu harus menjadi miliknya, bukan milik pihak lain.
Jika demikian, sesempit itukah Allah dalam kasih-Nya? Sangat sektarian, terbatas, dan malah egois. Bagaimana Mahakasih itu nyata jika demikian.
Kanak-kanak. Iman yang tidak dewasa. Keakuan, aku duluan, dan menendang pihak lain sebagai sebuah prestasi. Lha apa iya demikian? Mana Allah Mahakasih dan Mahaadil, jika demikian.
Ini bukan soal agamanya apa, namun pengajaran agama dengan orientasi surga. Orang menjadi egois dan obsesif. Padahal jauh lebih tepat memahami mengasihi Allah dan sesama pasti akan memperoleh surga.
Surga yang didamba, malah neraka dunia yang tercipta. Ini memilukan. Perlu kedewasaan beriman.
Salam Penuh Kasih