Pemuka Agama demi Konten

Susyharyawan.com. Akhir-akhir ini, pemuka agama, apapun agamanya, lagi gandrung dengan yang namanya media sosial terutama youtube yang memberikan harapan monetasi gede. Nah, mereka ini atas nama, siar agama, dakwah, katekese, atau penyebaran khabar baik, namun cenderung riuh demi konten yang menarik publik.

Sekali lagi ini bukan bicara tokoh agama apa, namun menyeluruh tokoh agama yang lebih cenderung menjual sensasi dan bahkan provokasi demi mendapatkan penonton gede, karena konten yang ramai pengunjung. Miris, bagi wadah para tokoh pemuka agama jika mendiamkan ini.

Sudah ada pendeta yang menjadi tersangka karena hal ini, memang dari kelompok mayoritas aman-aman saja. Dalih tidak ada laporan dan sebagainya membuat mereka merajalela dan setiap hari hilir mudik dalam lini massa media sosial.

Politik. Jelas ini sangat menjual untuk mendulang pundi-pundi monetasi. Mereka lebih suka mengurus politik ketimbang moral agama para pengikutnya. Ranah yang sangat jauh sejatinya jika pemuka agama namun menyoal pemerintahan, kebijakan pemerintah, atau pribadipribadi dalam pemerintahan.

Seolah-olah  ini baik-baik saja. Pengikutnya juga bergembira dengan pernyataan seperti itu. ini penyakit.

Media. Suka atau  tidak, media, pelaku media, lebih suka mengutip pernyataan dari media sosial kemudian dikemas menjadi sebuah artikel. Kredo dalam media adalah berita buruk adalah  kabar baik, bad news is good news. Keadaan memang susah bagi media dan jajaran, mengejar rating atau oplah makin susah.

Fenomena booming pemuka agama dadakan dan viral demi konten ini sangat menjual. Gampang tinggal sadur dan pasti banyak yang membaca atau klik untuk sekadar ada keterbacaan.

Warga miskin literasi. Lebih cenderung suka yang bombastis, riuh rendah, dan tidak mau cek dan ricek. Pokoknya ikut—ikutan, terlibat di dalam kehebohan itu prestasi. Mau benar atau salah tidak menjadi pertimbangan.

Penegakan hukum setengah hati. Lihat saja sama sekali tidak ada tindakan yang cukup masif dan kuat. Malahan pentolan teroris mendapatkan hukuman sangat ringan, hanya tiga tahun dari tuntutan delapan tahun penjara yang diterima Munarman. Mana ada yang takut sekadar membuat heboh dan hoax, malah kadang hanya modal cemban, meterai dan selesai.

Ini fakta yang terjadi. Jangan salahkan    ketika tempat ibadah menjadi ajang politik yang sangat kotor sekalipun. Miris, tapi mau apa lagi.

Salam penuh kasih

Susy Haryawan