Kisruh di Tengah Pengaruh 3 C
Seolah tiada habis-habisnya kekisruhan hidup berbangsa ini. Mulai aksi intoleransi, demo ini dan itu, protes ini dan protes itu. UU atau RUU menjadi bahan keributan dan keriuhan. Dipanas-panasi pula daerah-daerah yang memang potensial konflik, seperti Papua dan juga Poso. Kemerdekaan wilayah dengan agenda asing ikut serta.
Apapun kejadiannya berujung kisruh, mencoba ngisruh dengan berbagai-bagai narasi dan pembentukan opini. Fakta separo dan pemutarbalikan fakta sudah tidak malu-malu lagi dijadikan bahan oleh kalangan elit dan pernah menjadi pemimpin negeri ini. Menggunakan segala cara demi kekuasaan dan terutama demi uang. Kekuasaan dan uang yang mahakuasa. Padahal mereka sudah bertahun-tahun menikmati itu semua.
C pertama adalah generasi kedua dan ketiga.
Mereka ini cukup bebal untuk bisa berbuat banyak. Uang dan kekayaannya saja yang melimpah dan tak berseri bisa membeli hukum, perangkat, dan pekerja untuk menernakan uang dan kekayaan mereka.
Anak-anak kolokan yang dimanjakan kemewahan dan ugal-ugalan dalam aneka proteksi dan fasilitas membuat mereka makin melayang tanpa kemampuan. Kini, ketika pemerintah gila-gilaan tegas, mereka meradang. Siapa yang rela hartanya dirampas, meskipun mendapatkannya juga dengan cara yang tidak semestinya.
Kiamat sudah dekat bagi mereka, kala UU MLA benar-benar lolos dan kerja sama itu potensial menyita aset mereka yang aman di Bank Swis, padahal Singapura dan Malaysia pun memiliki komitmen yang sama, kalau Swis menyetujuinya. Semua bendungan kekayaan mereka kini akan ditarik. Marah ya pantes bukan?
Eh salah satu putera klan C pertama ini dicekal pula oleh Menkeu. Berani bener si ibu sih, lagi jengkel-jengkelnya jaringan mereka keok di Senayan dengan UU MLA itu, malah ini lebih lugas lagi. Menagih utang sudah puluhan tahun dengan cekal pula. Reputasi Bro, mana bisa anak presiden puluhan tahun tidak boleh ke luar negeri. Rumah di sana bagaimana ceritanya kalau gak bisa ke kuar coba.
Rakyat waras kebanyakan sudah muak, wajar anak beranak mereka semua gagal masuk ke Senayan. Membeli suara saja tidak mampu mengantar mereka, karena memang kapasitas mereka rendah. Eksistensi karena babe dan kemudian uang. Jangan bicara lainnya.