Penolakan PKS Soal Kenaikan Harga BBM Sepi
Pengurangan nilai subsidi BBM berkurang. Bahasa lain harga BBM naik, padahal sebenarnya pengurangan jumlah subsidi, maka rakyat membayar lebih. Politisasi BBM sepi, demo ala mahasiswa malah terlaporkan banyak mendapatkan perlawanan.
Lagu lama Said Iqbal presiden buruh namun hidup mewah juga sepi dari tanggapan publik. Setali tiga uang dengan gerakan tinggalkan sidang dewan ala PKS. Semua sepi, masyarakat juga biasa saja. Mahasiswa juga demikian, demo yang tidak bergaung.
Pertama, Jokowi, pemerintah itu memiliki perangkat, intelijen, dan badan riset yang sudah memonitor keadaan dengan sangat menyeluruh. Apa dampaknya, apa kira-kira reaksinya, dan bagaimana masyarakat akan merespons atas sebuah kebijakan. Jadi bukan sekadar asumsi ala oposan dan barisan sakit hati.
Kedua. Pembangunan yang masif masih berjalan, bahkan hingga pelosok desa. Itu perlu beaya besar, salah satunya adalah dari pengalihan subsidi BBM yang sudah dilakukan sejak 2014. Rakyat itu makin cerdas. Malah elit makin maaf bodoh, dan kritis yang ngaco malahan. Biasanya uang bancaan dinikmati rakyat.
Ketiga, rakyat berfikir dan bertindak untuk bekerja. Beberapa elemen mahasiswa, oposan, dan barisan sakit hati hanya beraktifitas untuk merecokin pemerintah. Mereka coba bekerja, kan akan sibuk dan tidak fokus pada ribet dan ribut pada kebijakan sesaat saja.
Keempat. Yang ribut hanya itu lagi itu lagi. Publik sudah hafal dan bosan, apalagi ujungnya Jokowi turun. Sudah bisa ditebak, pesanan dan bohirnya siapa. Tripel C dan sapi di sekitaran itu. Pemain lapangannya itu-itu juga. Aktor medsosnya juga sama saja.
Kelima, kenaikan harga BBM itu dampak global, pandemi, dan juga konflik Eropa. Hal yang sangat tidak mudah. Berbeda dengan apa yang dilontarkan PKS, oposan, apalagi barisan sakit hati. Di mana mereka tidak ngapa-ngapain, asal beda saja yang ada.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan