Politisasi Bencana Ala Demokrat

Duka untuk bangsa ini, ketika begitu beruntun menerpa aneka luka bagi negeri tercinta. Pandemi masih meninggi, pesawat jatuh, banjir, gempa, dan malah ikut-ikutan pula gunung-gunung berapi meningkat aktivitasnya. Hanya dua keadaan itu yang ikut andil peran besar manusia, pesawat jatuh dan banjir. Lainnya, gunung meletus, banjir, dan gempa tidak ada satu manusiapun yang mampu mengatasi, lha memprediksi saja tidak bisa, hanya melihat gejala dan mewaspadai.

Hal yang di luar kendali manusia, jika merujuk pada manusia Pancasila dan juga religius, itu adalah kehendak Yang Kuasa, bukan memfitnah Tuhan, bukan mau lari dari tanggung jawab, namun memang di luar kemampuan manusiawi. Sekelas negara modern Jepang saja tetap tidak mampu mengatasi gempa. Artinya, ya hanya bisa pasrah, berdoa, dan membantu sepanjang bisa. 

Pesawat jatuh itu juga begitu banyak faktor. Apalagi dengan kondisi pandemi seperti ini. Tambah lagi kemungkinan pemicunya. Tidak bijak jika hanya mencari-cari siapa yang harus bertanggung jawab, instrospeksi, dan menuntut pihak lain untuk belajar. Ini justru pembelajaran bersama untuk semakin bijak, bersatu padu untuk meringankan derita anak bangsa, sekaligus saudara kita juga.

Manusia toh aneka macam  jenisnya, pun dalam menyikapi aneka bentuk kejadian, peristiwa, kadang fenomena. Latar belakang, kadang juga tujuan menjadi lebih penting dari apa yang seharusnya. Termasuk di dalam menghadapi bencana dan keadaan yang memilukan sekalipun.

Demokrat, salah satunya. Bagaimana mereka demikian masif memanfaatkan keadaan duka ini untuk mengais puing-puing panggung masa lalu mereka. Semua paham, bahwa mereka pernah besar, pun masih bisa diperdebatkan dan dianalisis beneran besar atau ada sesuatu yang membuatnya tiba-tiba besar. Toh bukan itu inti bahasan kali ini. 

Pesawat jatuh itu fakta. Mengenai AHY sebagai ketua umum partai yang memilih di luar pemerintahan menyasar pemerintah untuk instrospeksi, apakah bijak? Benar bahwa itu termasuk tanggung jawab pemerintah. Namun sangat tidak pas, lebay bahkan, termasuk memaksakan menjawab fenomena demi kepentingan politik praktis dan sektarian mereka sendiri.

Leave a Reply