Polwan Membakar Polisi, dan Sikap Kita

Polwan Membakar Polisi, dan Sikap Kita

Miris membaca berita ada seorang istri membakar suaminya.  Kebetulan profesinya adalah polwan dan yang dibakar adalah polisi. Keduanya pasangan polisi. Biasa, netizen langsung mengeluarkan penghakiman, si ibu muda ini dikatakan, alim, solehah, ternyata keji. Jelas yang salah si laki-laki karena menghabiskan uangnya untuk berjudi.

Keluarga muda ini baru saja mendapatkan anugerah dengan kelahiran bayi kembar, kata berita usianya baru empat bulan. Anak pertamanya masih dua tahun. Bisa dibayangkan, bagaimana beban si ibu dengan dua anak bayi kembar, kakaknya masih juga kecil. Pekerja pula. Beban yang  pastinya sangat tidak ringan dan mudah.

Mudah mengatakan, menilai, menghakimi, dan memihak perempuan atau laki-laki. Pengalaman, latar belakang, dan lingkungan si komentator sangat menentukan. Padahal hanya membaca dan mendapatkan informasi sangat sedikit.

Opini ini hanya mau melihat sisi anak-anak. Bagaimana si bayi dan kakaknya yang masih terlalu kecil untuk kehilangan kedua orangtuanya. Di tengah orang-orang yang pro dan kontra melihat kejadian tragis ini.

Sejatinya sangat mudah dipahami , bagaimana kedua pasangan ini masih cukup muda. Beban anak tiga yang masih demikian kecil. Sangat ribet, ketiganya pastinya masih sepenuhnya dalam tanggungan mereka. Sama sekali belum ada kemandirian pastinya.

Beban pekerjaan yang  tidak mudah tentu saja. Hal yang tidak banyak orang alami. Gaji keduanya mungkin aman untuk keluarga kecil mereka. Semua berantakan ketika si laki-laki kecanduan games online.

Pikiran kusut, sehingga membuat pilihan gegabah. Menyiramkan bensin dan semuanya menjadi runyam. Menurut pemberitaan, sebagaimana dikatakan Humas Polda, bahwa api berasal dari tempat lain, bukan disulut si ibu. Harapan bagi si anak, tidak terlalu lama kehilangan ibunya.

Pertanggungjawaban si ibu di muka peradilan tidak bisa ditiadakan. Konsekuensi logis atas perilaku pidana.  Keberadaan dua bayi ini pastinya membuat jajaran  penegak hukum sangat dilematis. Pastinya si bayi masih perlu ASI. Kondisi kejiwaan si ibu tentu masih terguncang.

Peran kakek-nenek dari kedua belah sangat penting. Jangan sampai malah seperti netizen yang membela satu sisi dan mencaci yang lainnya.  Anak-anak ini cucu mereka,  bapak dan ibunya melakukan kesalahan, namun bukan mereka bertiga. Jangan sampai mereka menjadi korban orang tua dan juga kakek-nenek mereka.

Hal yang tidak mudah pastinya. Perasaan mereka pasti tercabik-cabik. Melihat anak dan menantunya demikian, apalagi pasti yang mereka perhatikan dan fokusnya pasti cucu-cucu mereka. Jangan pula sampai malah berebut untuk mengasuh mereka ala artis. Contoh keluarga mendiang Vanessa Angel.

Harapannya adalah keberadaaan dan kesehatan mental tiga anak-anak malang ini. Semoga   mereka memperoleh  limpahan kasih sayang.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan