Roy Suryo Tak Berpendidikan?
Vonis sembilan bulan kasus penistaan agama oleh Roy Suryo sebenarnya sangat ringan. Bandingkan dengan Ahok, apalagi M. Kace, tidak sebanding. Namun, pernyataan hakim yang mengatakan, jika Roy Suryo tidak mencerminkan orang berpendidikan dan ahli telematika, karena menyebarkan meme mengenai stupa Borobudur dengan wajah mirip Presiden Jokowi.
Bagaimana jika orang berpendidikan, namun subyektif, dalam konteks Roy Suryo menebarkan kebencian pada kepala negara, yang berbeda afiliasi politiknya dan juga agama tertentu. Orang berpendidikan akan melihat perbedaan politik sebagai hal yang wajar. Mengolok-olok itu bagian orang kebanyakan, anak-anak yang belum bisa memilah dan memilih.
Roy Suryo juga wajar dikatakan seperti orang tidak berpendidikan, ketika ia berkelit dan hanya mengaku menyebarkan ulang. Padahal pribadi terdidik akan menghentikan, bukan malah menjadi penyebar berikutnya. Menghentikan itu tugas terdidik, bukan malah ikut-ikutan.
Kaum terdidik itu menjadi leader, bukan malah ikut-ikutan. Jelas benar kata hakim, bagaimana golongan terdidik kog tidak paham dengan keadaan. Apa bedanya dengan orang awam, kebanyakan, dan biasa jika demikian?
Apa yang mampu kita petik dengan pengalaman ini?
Pertama, hukum kudu tegak pada siapapun. Ini poin penting, sehingga orang bisa bertanggung jawab, tidak berlindung di tengah-tengah massa mayoritas. Inilah hukum dan demokrasi yang setegak-tegaknya.
Kedua, perbedaan pandangan dan afiliasi politik itu biasa. Bedakan perilaku dan pribadinya. Tidak suka sebagai presiden, pemimpin, tidak patut memperolok fisik pemimpin. Miris, orang terdidik, mantan menteri, tapi aksi dan lakunya begitu.
Ketiga, semoga menjadi pembelajaran, bagaimana bermedia sosial itu bijak, bukan malah bejat. Sekelas doktor, menteri pula, eh terpeleset, kelucuan murahan begitu.
Keempat, ini bukan soal menyoraki Roy Suryo, namun bagaimana bermedia sosial itu juga kudu cerdas. Media sosial, berteman, bukan malah menebar kebencian.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan