Suara Kenabian Frans Magnis Suseno, SJ

Suara Kenabian Frans Magnis Suseno, SJ

Media riuh rendah dengan persidangan gugatan sengketa pilihan presiden di MK. Salah satu yang menjadi pembicaraan hangat adalah kesaksian Frans Magnis Suseno, profesor atau guru besar dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, sekaligus biarawan Serikat Jesus. Salah satu pernyataannya yang paling penting adalah, jika mengambil keuntungan untuk pribadi atau kelompok, itu sudah keliru. Bahasa yang saya gunakan, tepatnya tidak demikian, namun esensinya tersebut di atas.

Selaku dosen-akademisi, sekaligus juga praktisi, namun juga biarawan, ia menyuarakan suara hatinya.  Gejolak politik yang ia pandang tidak laik, layak, dan tidak etis, ingat ia adalah pakar mengenai etika. Tugasnya sebagai orang Katolik apalagi tertahbis adalah kenabian, raja, dan imam.

Apa yang ia sampaikan adalah suara kenabian, di mana menyuarakan kebenaran di tengah suara sumir kebenaran yang berkaitan dengan  kepentingan. Tentu saja Rama Magnis tidak mempunyai kepentingan di dalam konteks pilpres ini. Rekam jejaknya juga memberikan keyakinan bahwa ia tidak membela kepentingannya sendiri, atau kelompok, apalagi agamanya.

Merunut sejenak ke belakang, bagaimana jernihnya Prof Magnis Suseno ini, ketika menjadi saksi ahli meringankan untuk terdakwa pembunuhan rekan kerjanya dalam skandal Jenderal Sambo beberapa waktu lalu. Ia hadir untuk memberikan argumen keahliannya, bagaimana seorang Bhayangkara Dua tidak akan memiliki keberanian melawan perintah dari jenderal bintang dua, pangkat bak bumi dan langit.

Pendapat umum terbelah memberikan pembelaan dan penilaian bahwa pembunuhan itu terjadi dengan kesadaran, pada satu sisi. Pihak yang memberikan dukungan pada EE juga cukup banyak. Rama Magnis memberikan pembelaan, penilaian, dan juga dukungan tentu    tanpa bayaran ataupun memperoleh keuntungan apapun. Keahliannyalah yang melatarbelakangi pilihannya.

Kali ini, dalam pilpres pun hal demikian terjadi. Rekam jejaknya sangat panjang, bukan sebagai guru besar yang tidak konsisten. Sikap konsisten ini yang bisa menjadi rujukan, bahwa apa yang ia lakukan di MK itu lebih kuat membela kebenaran yang lebih umum. Ingat tidak ada kebenaran absolut, namun jelas bukan karena kepentingan dan keuntungan pribadi atau kelompok.

Miris ketika orang Katolik sendiri, hanya karena perbedaan pilihan politik malah menyalah-nyalahkan kesaksian Prof. Magnis. Sekali lagi, rekam jejaknya memberikan bukti, bukan karena perbedaan afiliasi dan pihan semata.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan