Turun Gunungnya Jokowi dan SBY
Turun Gunungnya Jokowi dan SBY
Menjelang 24 suhu politik makin meninggi. Fitnah dan hoax sudah mulai bermunculan dengan cukup kuat. Hal yang jauh lebih asyik diulik itu ribetnya si mantan, SBY yang mengaku perlu turun gunung karena mendapatkan laporan adanya kecurangan dan upaya-upaya ilegal. Entah siapa yang dimaksud dan dituduh.
Padahal ketika menjadi presiden, ia mengatakan bahwa yang berteriak-teriak curang cureng sangat mungkin pelaku juga. Entah apa yang akan SBY lakukan jika diputarkan video pernyataannya yang bertolak belakang begitu.
Pada isu yang lain, Jokowi mendapatkan serangan, dikatakan bahwa terlalu mengurusi calon penerusnya. Partnernya di 2014-2019 juga menyebut demikian, JK mengatakan, Megawati dan SBY tidak ikut-ikutan menyiapkan penggantinya.
Apakah demikian dan mengapa?
Pertama, apa benar SBY serius tidak ikutan mencari penggantinya? Ah itu sih bahasa politis atau malah amnesia. Ingat Demokrat tentu itu juga atas pemikiran dan keputusan SBY. Mereka mengadakan konvensi dan ujungnya tidak jelas, ya karena suaranya tidak signifikan. Konvensi buat apa coba jika tidak untuk mencari calon presiden?
Kedua, mengapa SBY seolah tidak berkepentingan dengan penggantinya? Ya karena memang tidak ada visi keberlanjutan. Selesai ya sudah. Proyek yang perlu dilanjutkan tidak ada. Malah dihentikan dan jadi mangkrak. Ini pasti SBY juga paham banget. Maka, ketika penggantinya, Jokowi turun dan terlibat dalam pencarian penerusnya, ia kebakaran jenggot dan panas.
Ketiga, Jokowi wajar khawatir jika program, visi, dan gagasannya mengenai negeri ini bisa porak poranda. Sudah terlihat di Jakarta, dan oknumnya juga ngebet jadi presiden. Plus pernah ada pernyataan jika calon mereka, baca Nasdem adalah antitesis Jokowi.
Negara ini sedang pada trend positif, dunia global pun mengakui. Nah, jangan sampai mundur lagi, ingat demi negara. Soal eksport mineral, pembangunan infrastruktur yang demikian masif, dan konsep pembangunan yang jelas bisa berantakan.
Keempat, seharusnya, jika negara berdasar pada sistem, berjalan adalah program negara bukan keinginan, cita-cita, ide pribadi pejabat presiden atau pemerintah, dan bisa dibuang oleh penggantinya. Ini masalah dan penyakit negeri ini. Ganti pemerintahan berubah semua kebijakannya dan bahkan bisa membalikkan semua hal menjadi bubrah semua. Bandingkan dengan pemerintahan DKI Jakarta.
Kelima, turun gunungnya SBY demi kepentingan partai dan puteranya. Lihat betapa jauh berbeda yang menjadi alasan dan juga pemikirannya. Pun JK juga bicara demikian demi kepentingan sendiri dan kelompok. Memilukan sebenarnya negeri ini dihidupi oleh benalu-benalu yang berkedok demokrasi.
Tahun politik itu penuh dengan gagasan, lontaran ide, gagasan yang seolah-oleh demokratis, taat hukum, menjadi penglima pembela kepentingan rakyat atau umum. Padahal, ketika dicermati lebih sungguh-sungguh terlihat apa yang mereka bela, upayakan, dan usahakan.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan