Efisiensi Anggaran Ala Prabowo
Kabinet Superjumbo dan Penggantian Seragam Militer
Awal pemerintahan setahun lalu dicanangkan efisiensi anggaran. Fokus pada MBG dengan anggaran superbesar. Dalam perjalanan waktu banyak anggaran kementerian dipangkas dan menaikkan pajak di mana-mana. Seolah ini prestasi besar, adanya pengetatan dana negara. Namun di balik itu banyak kengacoan yang lain. Beberapa hal laik diulik seperti berikut:
Kabinet Supergendut
Keberadaan kabinet sekarang tidak sekadar gemuk, namun obesitas. Ada wamen sampai tiga, setahun berjalan masih menambah jabatan ini dan itu, badan ini dan itu. Jumlah kabinet yang sudah tambun bertambah terus setiap saat. Efisiensi kerja saja kelihatannya tidak berjalan semestinya, apalagi efisiensi anggaran, jelas tidak mungkin. Uang cekak, namun bayarin banyak pekerja yang susah diyakini kinerjanya oke.

Seragam Militer Ganti
Kondisi keuangan rakyat ini susah banget. Orang kesulitan, ekonomi mandeg, malah disuguhi elit yang sedang pesta pora. Usai menambah Kodam dan batalyon dengan rekrutmen prajurit ribuan, kini seragamnya ganti. Jika hanya satu dua meter sih tidak terasa, lha dengan ratusan ribu personal, anggaran yang diperlukan berapa? Bisa dibayangkan, bagaimana kepedulian elit itu hanya pada kelompok atau pendukungnya semata. Rakyat jumpalitan seperti apapun mana peduli mereka itu.
Apa sih kontribusi kelompok ini bagi bangsa dan negara dalam kondisi yang cukup stabil seperti saat ini? Tidak perlu pemekaran dan kemanjaan berlebihan seperti sekarang.
DPR, dari Dana Reses hingga Uang Pensiun
Lagi dan lagi, biang masalah ada di Lembaga satu ini. Kinerja sangat buruk, lebih banyak kontroversi dari pada prestasi, namun uang terus nambah. Uang pensiun seumur hidup, bandingkan dengan ASN kerja 30 tahun baru mendapatkan dana pensiun, mereka belum tentu ada yang sampai enam periode. Jika mau memberikan tali asih, ya sesuaikan dengan masa kerjanya. Murah hati bisa satu setengah kali masa kerja, jangan lebih. Tidak adil juga bagi dewan yang kerja berperiode-periode dan berkinerja bagus.
Eh kini dana reses naik dua kali lipat. Sama sekali belum terasa kog manfaat keberadaan mereka ini bagi rakyat kebanyakan. Tidak ada mereka itu negara juga berjalan, apalagi pengawasan sekarang ini lebih ketat, awas, dan jeli netizen dari pada anggota dewan, yang sering tahu sama tahu dengan eksekutif. Apa sih yang didengarkan anggota dewan dalam masa reses itu?
Lha harian saja banyak yang mbolos, sidang penting banyak yang lowong, apalagi memang tidak ngantor, ngacir pastinya. Pengawas yang satu ini tidak ada pengawas, jadi bisa ugal-ugalan. Presidennya cuma omon-omon lagi, ya sudah rakyatnya yang merana.
Jangan sampai peristiwa di Nepal terjadi di sini. Kemarahan public yang diam-diam jengkel melihat ulah elit yang seenaknya sendiri. Akal-akalan terus yang diulang-ulang, jangan sampai senyap namun melenyapkan.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan