9 Alasan Demokrat Sekarat

Menarik apa yang terjadi dengan Demokrat hari-hari ini. Seolah mendapatkan balasan, ketika kini menjadi gelandangan politik. SBY menenteng-nenteng AHY ke Surya Paloh, eh ternyata hanya hitungan jam, namanya anaknya, disebut saja tidak oleh kader Nasdem, dalam pencalonan presiden 24.

Beberapa alasan berikut bisa untuk pembelajaran bersama;

Pertama, Demokrat terlaalu nyaman dengan model main dua kaki. Memang bisa jadi sangat menguntungkan. Namun, bisa juga sangat merugikan, ketika kondisi tidak sebagaimana diprediksikan.  Hal ini selalu saja terulang. Seolah ini ideologi mereka. Pilihan itu harus dibuat. Konsekensi atas hidup itu pilihan.

Kedua, berkaitan di poin pertama, gamang, main aman, bahkan munafik sangat mungkin menjadi persepsi publik. Nah itu menjadi masalah. pemimpin model demikian mana elok dijadikan teladan.  Tidak berani mengambil risiko.

Ketiga, ketidakberanian mengambil risiko tampak dari pilihan SBY dengan jargon seribu kawan kurang dan satu lawan berlebihan. Pemimpin itu bukan mengenai menyenangkan semua pihak. Malah sebaliknya, berani memilah dan memilih, mana yang terbaik untuk bangsa ini.

Keempat, AHY tidak bisa lepas dari bayang-bayang sikap peragu SBY di atas. Publik sama sekali tidak kenal AHY itu seperti apa. yang publik pahami, AHY boneka SBY. Ini juga diafirmasi oleh SBY dengan dia masih ikut campur berlebihan dalam banyak kasus dan kejadian.

Kelima, peragu ini terlihat dengan pilihan pengurus Demokrat yang diisi para penjilat dan ABS. Hal yang sangat memilukan. Mengaku demokrat namun      hanya nama, slogan, dan tagline yang aslinya jauh dari itu. Lihat saja pilihan mereka yang tidak jelas.

Paling parah soal perebutan kursi ketua umum Demokrat, ada Anas Urbaningrum, ada Moeldoko, di sana terlihat bagaimana keluarga ini terbentuk dan membentuk diri.  Biasa menggunakan berbagai hal untuk kepentingan sendiri.

Susah kan jika memimpin negara dan kemudian hal yang sama terjadi,  dan menjadikan Indonesia milik pribadi. Sangat mungkin demikian.

Keenam, oposan setengah hati. Oposan yang berkelas, sehingga publik akan paham, oh tawaran AHY-Demokrat ini orisinal, baru, dan menjanjikan. Selama ini hanya memperlihatkan nyinyiran, belum level kritik pada pemerintah. Sama sekali tidak ada kebaruan. Barisan sakit hati juga melakukan itu.

Ketujuh, berakrab ria dengan kaum intoleran, radilakis, dan ultrakanan secara diam-diam. Masa SBY kelompok ini sangat subur. Eh, kini sama sekali mereka tidak pernah secara publik menjaga jarak. Malah dalam banyak isu mereka bersama-sama.

Kedelapan. Borok dan bopeng korupsi yang dilakukan elit mereka pada masa lalu susah dihapuskan. Malah tidak ada sebuah upaya untuk membersihkan diri. Malah  sebaliknya, bagaimana mereka kini memperlihatkan sebagai pangeran. Contoh membagikan minyak goreng pas langka.

Atau memperlihatkan gaya hidup mewah, padahal hanya mayor purnawirawan. Lha uang dari mana? Pengusaha pun bukan.

Kesembilan, AHY belum memberikan bukti kinerja. Ketua umum pun karena “kudeta,” coba merangkak dari bupati Pacitan atau Purworeja. Itu sangat mudah. Atau malah takut ketahuan aslinya tidak akan mampu?

Jika berani demikian, sangat mungkin orang respek dan melepaskan dari bayang-bayang SBY dan masa lalunya. Lihat Gibran, sudah banyak yang mau membawa pada level lebih tinggi.      

Permasalahan paling dasar itu pengganti SBY itu Jokowi, njomplang model kepemimpinannya, terlihat sangat   jauh dan bertolak belakang bahkan.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply