AHY Dolane Kurang Adoh, Ledek Jokowi Via Esemka, Gatot

AHY Dolane Kurang Adoh, Ledek Jokowi Via Esemka, Gatot

Ketika SBY tour de Java tahun 2016, berkeliling sambil meledek pemerintah. Diam, Jokowi tidak membalas apapun. Hanya mengunjungi Hambalang. Tanpa banyak kata, apalagi konpres dengan drama lebaran kuda atau tantrum. SBY balik kanan. Narasinya jelas, padat, dan lugas.

Uang negara dihambur-hamburkan untuk membuat monumen mangkrak. Kegagalan yang nyata. Mau membela diri kayak apapun tidak bisa, selain menambah runyam keadaan.

Kemarin, AHY mau menggunakan cara itu. Sayang gatot, alias gagal total, di mana respon publik adem ayem, tidak ada respon, selain tanggapan dari elit Demokrat sendiri. Malah mereka menerangkan, merangkai bahwa tujuan AHY adalah bla…bla…bla.

Bahasa simbol itu tidak perlu penjelasan panjang dan lebar, publik akan menafsirkannya sendiri dengan sangat luas. Kekuatannya di sini, bahwa massa bisa menerjemahkan dengan sangat bebas. Asumsi pribadi, kepentingan, ataupun logika masing-masing, menjadi kekuatan opini yang bisa terbentuk.

Mengapa Jokowi mendapatkan atensi besar, malahan AHY sepi dan malah menyerang ke arah sendiri?

Pertama, Jokowi matang dalam bermain simbol. Ia memang pemain ulung dalam hal ini.  Hal yang     tidak banyak dimiliki politikus lain. Apalagi dia tidak banyak mulut dalam berbagai aksi ataupun reaksi.

Kedua, orisinal. Jokowi banget, dan belum pernah ada langkah yang sama. Pun Jokowi juga tidak terlalu banyak bereaksi pada hal-hal yang begituan. Sesekali tapi menohok.

Ketiga, publik sedang dan masih  jengkel dengan keberadaan Hambalang, eh SBY seolah-olah pemimpin sukses dan segalanya, dalam narasi ketika keliling Jawa itu. Padahal,   saat yang sama massa lagi suka dengan kinerja Jokowi.

Jelas publik lebih respek pada kunjungan Jokowi, bukan kelilingnya SBY. Bicara kepentingan juga, Demokrat hanya demi suara partai, Jokowi ini karena keprihatinan negara.

Keempat, AHY masih mentah, duplikasi pula. mirisnya esemka itu tidak ada sama sekali pembicaraan buruk atau negatif secara masif akhir-akhir ini. Momentum, timing, dan juga opini publik itu tidak ada sama sekali yang mendukung maunya AHY.

Kelima, pengulangan. Cara ini Jokowi banget, bukan khasnya SBY. Jadi publik malah tertawa. Apalagi pose AHY juga tidak menunjukkan sikap yang jelas, malah kek aksi model atau influenser mobil, bukan menjadikannya alat olok-olok.

Keenam, keberadaan Hambalang dan esemka beda jauh. Appalagi jika bicara kegagalan dan kerugian negara. Apanya yang mau dijadikan bahan ala oposan coba?

Ketujuh, AHY itu banyak omong, termasuk SBY dan elit Demokrat lainnya. Tidak ada nilai jual, tidak ada lagi kebaruan dengan caranya. Orang sudah jenuh itu lagi-itu lagi. Omongannya juga sudah terbaca, terlalu mudah ditebak.

Kedelapan, AHY lebih baik memilih dengan media sosial seperti SBY dulu, main twiter atau apalah.  Model menggunakan simbol dia kedodoran. SBY saja tidak pernah. Simbol itu tidak gampang, salah-salah malah jadi blunder dan menyerang sendiri seperti ini.

Semua cara dipakai dan gagal. Elektabilitas juga tidak ada kenaikan, artinya perlu mawas diri lebih lanjut. Lebih baik ubah target dan strategi. Kemampuan juga tidak mengalami perubahan.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

 

Leave a Reply