MBG Tertolak atau Ditolak?
Belajar dari Pelaksanaan MBG
Program keren, bagus, dan sejatinya sangat membantu. Menemui banyak masalah, karena memang minim kajian dan program tergesa-gesa. Terlihat asal jalan, karena kejar tayang. Apa yang terjadi malah cenderung bagi-bagi kue proyek. Pemberitaan yang bertubi-tubi mengenai persoalan yang terjadi. Ini bukan bicara kendala dalam konsep berpikir negative, namun fakta yang terjadi. Keracunan yang berulang, menu yang sangat memprihatinkan, gejolak keuangan negara karena anggaran super jumbo untuk proyek, eh program ini.
Tertolak berdasar kalimat dan pernyataan elit
Terbaru, surat pernyataan menerima atau menolak MBG, baru beberapa hari berseliweran di media sosial, kini sudah ditarik oleh Ketua BGN. Seolah hal sederhana, namun berapa ribu bahkan juta lembar kertas yang berakhir sia-sia. Itu semua uang negara lho, jangan dikira karena hanya selembar dua lembar tidak berharga. Menyepelekan namanya. Mbok dipikir masak-masak dulu baru diterapkan.
Sama saja dengan pernyataan mengapa keracunan karena makan pakai tangan, tidak pakai sendok kata presiden, atau menko yang mengatakan ususnya belum terbiasa minum susu. Sama halnya dengan yang mengatakan guru yang mencicipinya dulu, sehingga bukan murid yang keracunan. Rendah banget sih, zaman modern, ada alat untuk mendeteksi makanan beracun atau tidak, jangan mengorbankan guru dan juga murid.

Ditolak itu karena Pihak Lain Enggan
MBG ini tertolak, bukan ditolak atau diterima, menolak atau menerima tidak tepat, karena sudah duluan tertolak karena memang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika melalui kajian mendalam akan tahu persis kebutuhan masyarakat, anak sekolah itu apa yang mendesak mereka perlukan. Jika sesuai dengan apa yang diperlukan pastinya tidak menimbulkan penolakan dan kejengkelan yang seperti ini.
Efisiensi anggaran untuk dibagikan dan malah cenderung sia-sia. Terlihat banyak laporan tidak termakan dengan baik. Ini kan malah membuang-buang anggaran. Padahal kondisi ekonomi sangat sulit. Eh malah nambah jabatan untuk konco-konconya.
Menteri dan wakil Menteri nambah terus. Badan ini dan itu baru lagi, penambahan tentara dan kantor baru. Lha di mana efisiensinya? Menaikan tunjangan elit dan mencekik rakyat dengan pajak dan aneka pungutan yang kadang tidak jelas.
Salam Penuh kasih
Susy Haryawan