Wakil Ketua DPR ini Benar
Pantas Mereka Butuh Banyak Staf Ahli
Dalam sebuah acara untuk membicarakan MBG, seorang ahli gizi menyatakan, perlunya melibatkan asosiasi ahli gizi. Pihak anggota dewan dalam hal ini ternyata menjabat wakil ketua menolak usulan itu, bahkan dengan nada tinggi menyatakan, tidak perlu keberadaan ahli gizi. Tenaga yang mengurus gizi dalam dapur untuk MBG akan disediakan dari lulusan SMA yang diberi kursus singkat, tiga bulanan.
Ahli dan Amatiran
Pantas saja negara ini begini-begini saja, mau maju selangkah eh mundur berpuluh-puluh Langkah. Lihat saja apa yang dihasilkan anggota dewan itu? Kontroversi, sensasi, nirprestasi. Jangan sampai Nepal menjadi jalan keluar yang sama. Ingat baru berapa bulan lalu Sahroni dkk menjadi pesakitan karena ucapannya. Kini aktif lagi, koleganya omong yang sama. Apa yang terjadi di Nepal bisa menjadi inspirasi di sini. Orang jengkel yang memuncak.
Mereka, anggota dewan ini banyak yang tidak cukup cakap. Maka diperlengkapi dengan staf ahli. Apakah benar ahli dan pakar di bidangnya? Walahualam, ragu, palingan timsesnya sebagai ucapan terima kasih. Wajar, akhirnya memiliki ide untuk dapur MBG ini pun ahli gizinya dicomotkan dengan lulusan SMA dan diberi kursus.
Menteri Zulkifli Hasan mengatakan, bahwa pemberian makan siang gratis ini untuk peningkatan gizi yang diharapkan meningkatkan IQ Masyarakat Indonesia. Satuan pelaksana MBG ini pun dinamai, satuan pelayanan pemenuhan gizi, banyak istilah gizi dipakai, namun tidak menggunakan ahli gizi, luar biasa pemikiran legislator satu ini.

Tentu ini korup, perilaku ngawur berkaitan dengan profesionalisme, nyawa anak-anak, dan masa depan bangsa. Padahal dalam programnya, keberadaan ahli gizi itu sudah termasuk dalam hitungan anggaran. Jangan sampai gertakan pimpinan dewan ini sebagai upaya pembenar untuk “mendapatkan untung” yang lebih.
Posisi ahli gizi ini yang sangat penting untuk meningkatkan mutu gizi, ujungnya angka kecerdasannya meningkat. Salah satu faktor yang bisa menunjang keberadaan angka IQ lebih tinggi. Namun, pemberian makanan bergizi tanpa Pendidikan yang bermutu juga sama saja.
Bisa dibayangkan, jika MBG ini selama ini banyak dugaan kebocoran, laporan keracunan dari berbagai daerah, ketika pengelolaannya model pejabat ini. Bagaimana bisa ahli gizinya malah diganti anak sekolahan, padahal untuk ahli gizi ada kuliahnya, bukan sekadar kursusan.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
