Kepuasan Pemerintahan Prabowo, Woow
Melihat dari Lapangan, Kek Paradog
Survey setahun pemerintahan Prabowo sangat tinggi, hampir 80%. Sah-sah saja, karena toh masyarakat juga paham bagaimana Lembaga survey di sini dalam melaporkan hasil riset mereka. Sering kan ketahuan mereka dibeayai, atau didanai oleh siapa, kadang tidak jarang mereka juga partisan. Ada juga lembaga yang masih cukup kredibel.
Amatan di lapangan, kog cenderung sebaliknya. Bagaimana mengatakan swasembada dan ketahanan pangan. Namun pada sisi lain, lahan-lahan subur malah beralih menjadi dapur umum, menjadi Koperasi Merah Putih, sama-sama program unggulan lho.
Katanya ketahanan pangan, aparat membuka lahan jagung di sawah yang subur, namun hanya sekitar 20 m2, padahal seremonialnya ngeri. Mobil pejabat belasan, tenda level menengah, makan siang dan makanan ringannya, kelihatannya lebih mahal dari pada jagung yang akan dihasilkan. Komentar mak-mak yang terlontar, dhuwit oq diceh-ceh, uang kog dihambur-hamburkan.

Belum lagi jika bicara MBG. Mengenai keracunan massal lah, pemilik dan pengusaha kecil-kecilan, kantin, warung di sekitar sekolah, mengeluh, mereka gulung tikar. Katanya mau menyejahterakan, kog malah menutup pintu rezeki yang sudah mapan di sana. Jangan katakan, perubahan itu sebuah keharusan, namun jangan juga membuat pihak lain menderita.
Harga beras, daging ayam, telor ayam merangkak naik. Dampak masuk untuk pasokan MBG. Mak-mak mulai panik, harga semua kebutuhan dasar dan praktis itu sudah menyamai harga Hari Raya Lebaran. Kondisi yang memang sudah dipahami, setahun sekali pula. Lha ini sehari-hari, harga setinggi itu.
Terbantu sedikit tapi malah boros di keseharian. Padahal gaji dan upah masih sama saja. Ini membantu atau malah membebani?
Karut marut pembangunan dapur umum, bisa dicek kog, apakah benar memuaskan lebih banyak pihak, atau pihak-pihak tertentu. Katanya mau membuat generasi mendatang sehat, gizinya terpenuhi, dan menjadi Indonesia Emas, tidak salah ketika pada menyebut Indonesia cemas. Jangan ngambeg, marah, ndhasmu keluar, ini fakta juga yang harus diterima.
Ekonomi berat. Berkali ulang, ketika berbicara dengan masyarakat, pasar lesu, pedagang keliling lebih tragis lagi, beberapa waktu terakhir panasnya ekstra, panas e ra nguwati, ngunu ra ana sing ngendheke tuku, panasnya sangat berat, lebih ngeri lagi tidak ada yang memanggil untuk membeli. Ini riil di lapangan, bukan sekadar karena ketidaksukaan semata.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
