PDI-P Belajarlah dari Sejarah dan Demokrat
Suka atau tidak, di negeri ini, tokoh jauh lebih menentukan dari pada partai atau ideologi. Bagaimana partai berlambang banteng ini menang di pemilu 1999 karena usai reformasi. Melihat keberadaan PDI-P sebagai korban rezim Orba, toh mereka tidak mampu membawa Megawati naik pada posisi presiden.
2004 pun demikian. Presiden di mana penyelenggaraan pemilu, namun kalah dalam pileg dan pilpres. Nama Mega dan kepemimpinannya tidak cukup menjadikannya tetap bertahan. Benar ada narasi soal kepemimpinan perempuan, tapi toh memang tidak cukup menjanjikan apa yang ia lakukan di tengah krisis itu.
Geliat pemilu 2014 itu menjadi penyemangat untuk menang karena ada kader Jokowi yang sangat fenomenal. Ia memimpin Solo dengan sangat cemerlang. Perubahan di Jakarta yang hanya sangat singkat terasa banget. Publik sudah melihat apa yang akan Jokowi lakukan jika menjadi pemimpin lebih gede.
Nah, Mega paham, ia tahu diri tidak cukup mampu melawan mantan partnernya dalam pilpres sebelumnya. Ia mengusung Jokowi yang sedang menjadi favorit media dan masyarakat. Beneran, PDI-P menjadi pemenang dengan kursi sangat besar di parlemen. Toh mereka tidak bisa mendapatkan jabatan ketua DPR, dengan aturan yang dibuat sepihak ala Golkar dkk. Jadi pengalaman 1999 terulang lagi.
Menang tanpa mendapatkan kursi. 2019 karena kinerja Jokowi masih dipercaya publik, PDI-P mendapatkan juga keuntungan. Berbeda dengan 2004, ketika Mega yang menjadi presiden. Capaian dan juga terlihat tidak cukup memberikan bukti. Malah kalah oleh mantan menterinya.
Demokrat dengan kondisi Mega yang tidak cukup kuat, narasi pemimpin perempuan mendapatkan limpahan simpati. Apalagi membesar-besarkan politk korban, dan jadilah ia dua periode. Usai tidak ada SBY lagi sebegai presiden, pemilu 2014 langsung jatuh tersungkur.
Eh sok menjadi oposan mereka tidak cukup menjanjikan, pemilu 2019 mereka semakin tenggelam. Keberadaan AHY yang sangat terlihat jelas hanya menjadi boneka SBY makin membuat keadaan tidak lebih baik. Makin turun dan membuat sensasi yang tidak berdampak baik pada keberadaan partai.
Apakah PDI-P mau seperti Demokrat, atau mau seperti 2014? Masih ada hampir dua tahun untuk melihat kembali bagaimana sejarah mengajarkan pada kader dan elit banteng keberadaan mereka.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan