KIMPlus, Kekuasaan, dan Kepentingan Masyarakat

KIMPlus, Kekuasaan, dan Kepentingan Masyarakat

Apa yang diputuskan MK membuat Masyarakat melihat seperti apa aslinya watak KIM+. Mereka Bersama-sama untuk bisa menang dalam pilkada. Mengeroyok partai lain untuk hanya sendirian atau sama sekali tidak bisa ikut dalam mengusung calonnya sendiri. Skenario ini hampir berhasil, untung saja kali ini MK waras, dan membuat keadaan berubah.

Bisa ada lima belas partai bersama-sama mengusung satu pasangan calon, bahkan di Jakarta sampai 83% berbanding 14% dengan 14 partai pengusung. Hal yang baru terjadi di pilkada 24, partai demikian solid dalam satu gerbong.

Ini berandai-andai, jika hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil demi kepentingan berbangsa dan bernegara, betapa negara ini akan cepat maju. Jika 83% anggota parlemen mendukung pembahasan UU Penyitaan Aset Koruptor, hampir pasti angka korupsi akan cepat menurun. Sayang,  bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi di negeri ini.

Perlu menengok ke belakang, bagaimana UU Cipta Kerja, Revisi KUHP, dan begitu banyak hal baik malah ditolak dan dimentahkan. Ketika bicara kekuasaan, malah demikian solid untuk bisa bergabung dan saling dukung untuk menang.

Bagaimana jadinya jika dukungan itu untuk menghentikan import beras, BBM, mencabut subsidi BBM, penenggelaman kapal, penghentian eksport nikel dan bahan mentah, dimusuhi dunia karena nikel dan CPO saja malah berlomba menyalahkan pemerintah, saat itu beda gerbong. Atau paling krusial dukungan untuk hukum mati pedagang besar narkoba. Malah membela dengan mengatakan melanggar HAM. Lihat saja selama ini ke mana saja parpol-parpol ini. Diam seribu bahasa. Malah kadang ada yang membela pelaku kejahatan demi popularitas menyerang pemerintah.

Baca, Gerindra setiap kebijakan Jokowi dulu selalu saja dicela. Hukuman mati untuk gembong narkoba, penyelesaian pelaku terorisme, mereka ini selalu saja mencibir. Lha Pembangunan infrastruktur saja dikatakan sebagai Masyarakat tidak makan semen, pelakunya kader Demokrat dan  Gerindra. Pasti sekarang mereka lupa.

Fakta membuktikan, bagaimana perilaku parpol hanya fokus pada kekuasaan, menang mendapatkan kursi, bukan membela bangsa dan negara, apalagi rakyat kebanyakan. Jangan mimpi bahwa mereka, partai politik ini ingat rakyat, kecuali masa kampanye.

Masih terlalu jauh jika berharap partai politik mendengarkan aspirasi rakyat. Perlu banyak harapan dan afirmasi baik untuk adanya perubahan.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan