Anies, dan Paradog Mulyono-Jokowi

Anies, dan Paradog Mulyono-Jokowi

Pilkada ini sangat menarik karena ekses pilpres. Jungkir balik kalkulasi politik yang tidak lagi bisa diprediksikan. Keputusan demi keputusan bisa sangat tidak rasional. Tudingan bahwa paman ini dan paman itu menguar karena perilaku elit yang mudah mengubah aturan demi kepentingan. Seolah hukum bisa dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu.

Pencalonan Anies yang gagal total di mana-mana menambah kelucuan. Ketika konon ada intervensi Jokowi atau yang sekarang viral dengan panggilan Mulyono. Pencalonan Pramono atas titah Jokowi, menendang Anies Baswedan. Kelucuan pertama, kita ulik dulu.

Pertama, memangnya Megawati mau diperintah oleh Mulyono, setelah peristiwa pilpres kemarin, dan juga keberadaan anak-anak dan menantunya yang menyeberang ke partai lain. Ingat sikap Megawati ke SBY kek apa hingga hari ini.

Kedua, memangnya Jokowi sepower full seperti itu, sehingga bisa mengatur MK, MA, parpol-parpol mau seturut gagasan, ide, dan maunya, jika demikian, mengapa ia kerja sendirian selama ini. Dimaki-maki juga tidak ada yang membela.

Jika lembaga negara dan parpol bisa ia kendalikan seperti ini, negara ini pasti maju, karena tidak ada penghambat. Contoh konkret  UU Penyiataan Aset pasti akan kelar dengan mudah. Wong faktanya juga mejen.

Ketiga, kentara bahwa ada pihak-pihak yang keder melihat keberanian PDI-Perjuangan “melawan” KIM+ dan ada Jokowi di sana. Maka dipaksakan, bahwa itu adalah ide Jokowi, banteng ada dalam kendali Presiden Joko Widodo.

Keempat, narasi bahwa  banteng mau mengusung Anies Baswedan juga jelas sangat dipaksakan. Lihat reputasi mereka, baik Anies atau PDI-Perjuangan selama lima tahun di Jakarta. Mau memperlihatkan bahwa partai pimpinan Megawati itu juga pragmatis, sama-sama yang penting berkuasa. Ingat selama 2004-2014 mereka sudah jelas arahnya.

Berkaitan Anies di Jawa Barat, apa gunanya Dedi Mulyadi diusung KIMPlus dengan 15 partai namun keder ngadepin Anies dan PDI-P, hal yang paradog. Partai tidak tenar, tidak pernah menang di Jabar, mengusung orang yang tidak juga cukup kuat di situ, mengapa Mulyono perlu ikut campur. Aneh dan ajaib.

Hal yang terbaca mau dijadikan bahan agitasi adalah, bahwa PDI-Perjuangan itu partai yang sama saja. Pokoknya menang, berkuasa, sehingga mengusung orang yang tenar dan sudah jaminan menang. Padahal sering tidak demikian yang mereka lakukan. Mendukung kader   yang belum tentu menang sering dijalankan.

Mengaitkan yes or no dengan Mulyono, eh Jokowi adalah permainan pihak lain yang mau menggerogoti PDI-P, sayang, bahwa banyak orang-orang di partai banteng malah ikut genderang itu. Mereka malah  jadi agen untuk memperlemah partainya sendiri.

Lagi lagi memperlihatkan bagaimana PDI-Perjuangan gagap menghadapi dinamika politik yang terjadi. Berkali ulang hal demikian terjadi sejak lama, partai banteng moncong putih ini akhirnya terkapar karena permainan lawan yang malah diiyakan oleh kader mereka.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan