Munafiknya Negeri ini, dan Saiful Jamil

Eksnapi predator anak mendapatkan panggung bak pahlawan olimpiade. Lha yang menang di paralimpiade saja tidak seheboh itu. Benar, bahwa pidana kurungan itu atas hukuman yang sudah pernah dilakukan, sekembalinya dari sana menjadi “putih” lagi. Tidak boleh ada hukuman tambahan.

Ini tepat,  tanpa hukuman tambahan tetpi juga tidak berarti kemudian mendapatkan sambutan bak superhero yang menjadi korban politik. Saiful Jamil ini tahanan kriminal, paedofilia lagi. Sekali lagi kriminal, bukan pahlawan.

Bisa dibayangkan korban, keluarga korban, dan juga para penyintas lainnya. Tentu tidak semua korban Saiful. Di luar sana banyak banget anak-anak korban pelecehan, apalagi yang belum terungkap. Mereka ini sangat mungkin jauh lebih tertekan, karena takut bicara.

Salah satu pernyataan yang aneh, ironis, atau malah naif? Saiful Jamil mengaku tidak dendam pada korban yang melaporkannya pada penegak hukum. Aneh dan ajaib model pertanyaan dan pernyataan di depan media.

Saiful Jamil

Media kini orientasi adalah rating, penonton, dan iklan. Abai soal benar atau salah, etis atau tidak.  Fokus hanya viral dan itu ujungnya adalah uang. Apalagi di tengah kekacauan publik akan keadaan mabuk politik. Semua isu yang sekiranya bisa untuk membuat keadaan gaduh akan dijadikan bahan gorengan.

Tanpa bicara soal kepantasan, apakah media memberikan porsi  yang sama pada korban? Jelas tidak, karena tidak akan mendatangkan sponsor, iklan, dan penonton. Bagaimana bisa memberikan efek jera, ketika mengelu-elukan mantan terpidana bak pahlawan.

Sama juga dengan menjadikan duta pada pelaku pelanggaran hukum. Kapan perilaku buruk berkurang jika malah mendapatkan penghargaan.

Identik dengan para maling elit, dengan nama koruptor, hukuman ringan, masih juga bisa berkeliaran, tanpa hukum sosial, pemiskinan, dan masih dihargai, ya tidak akan selesai-selesai apa yang menjadi momok pembangunan itu.

Mengaku negara paling religius, dikit-diikit penistaan agama, namun empati, simpati pada korban rendah. Penghormatan pada para pelaku karena kekayaan, materi, dan ketenarannya malah makin menjadi.

Eforia atas kebebasan darirezim otoriter, diperparah kaum mabuk agama dan ideologi, menjadi makin susah. Semua memang harus dihadapi, dijalani, dan berani mengadakan evaluasi untuk perbaikan.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply