Kiamat Demokrat
Akhir—akhir ini Demokrat seperti bocah kehilangan mainan. Setiap hari ada saja ulahnya mau AHY atau pepo di dalam membuat statemen. Hal-hal yang basi, cenderung curhat, dan mau menonjolkan diri yang sebenarnya nonjol ke dalam.
Miris, perilaku pemimpin namun model bocah banget. Mau menang tapi tidak memberikan harapan, selain mengulang-ulang masa lalu yang aslinya jauh lebih jelek dari pada yang dikomentari. Benar, bahwa semua pemimpin pasti memiliki capaian. Tidak perlu malah membandingkan dengan yang sekarang, jika demikian, jelas model pemimpin yang tidak patut dipilih.
Membesarkan capaian sendiri itu baik dan tidak salah. Bagus malahan, dari pada caci maki dan merendahkan pihak lain. Masalahnya, mereka ini jatuh pada membesarkan diri dengan mengerdilkan yang ada. kesalahan pemimpin yang maunya menjadi negarawan.
Suka kuning ya katakan mengapa demikian, tidak malah mencela merah. Model aneh dan lucu jika demikian. Itu model bocah yang lemah dalam bernarasi dan memberikan pembelaan diri atas apa yang ia miliki.

Menolak gagasan dan kebijakan, asal memiliki pemikiran yang lebih cerdas dan realistis tentu saja tidak masalah. Ini hanya omong. Belum lagi masa lalunya memang tidak patut sebenarnya menjadi pejabat publik.
Tentu ini bukan soal mantan pejahat lebih baik dari pada mantan orang baik. Namun bagaimana pejabat publik itu ya sepatutnya seminimal mungkin ada cacat cela. Lha ini semua mantan kelas kejahatan luar biasa, maling alias korupsi, dan narkoba. Hanya mantan teroris saja yang tidak ada.
Percuma menjadi kader militan, baik-baik saja, namun tidak punya modal kapital alias uang jika demikian. Pantas saja Demokrat diam seribu bahasa paa maling dan narkoba, karena di dalamnya penuh dengan model demikian.
Miris jika pejabat publik dan partainya model demikian. Partai itu yang mau diberi kepercayaan lagi?
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
Kader model farisi
Bos e hooh jg