RIP Birgaldo Sinaga, Kembalinya Harapan Kebangsaan Indonesia

Duka mendalam bagi negeri ini, satu demi satu pelaku aktif media sosial meninggal. Pro dan kontra, saling merendahkan, dan mengklaim ini dan itu. Masih sedikit waras para pendukung pemerintah,mendoakan, dan ada basa-basi sedikit, jarang berlebihan dalam merendahkan.

Berbeda dengan kubu oposan, yang biasa kalau gak jual derita, munafik, dan juga memfitnah. Beberapa hal yang ada berkat di balik musibah.

Satu, Tengku Zul kemarin banyak yang menuding bahwa rekayasa, stik usapnya sudah diberi virus. Alasannya, yang kontra pemerintah dipositifkan. Ya biar saja, akhirnya terbukti, di mana almarhum Birgaldo adalah pendukung pemerintah.

Birgaldo
Ahok

Dua, banyak klaim tidak percaya covid. Wajar kalau mereka terdampak, terkena karena aktifitas tinggi, sebagaimana Rizieq atau mendiang Tengku Zul

Meninggalnya Birgaldo, memberikan bukti dan fakta yang berbeda, bagaimana ia bersikap proaktif dengan adanya pandemi. Toh terkena dan meninggal. Siapapun bisa terjangkit dan sembuh atau tidak tertolong.

Tiga, karma Ahok, usai satu demi satu memasuki bui atau dipanggi Ilahi, ada narasi Ahok untuk mencabut kutukannya. Lha dalah, ini sih lebay. Lihat tuh Birgaldo seperti apa. Toh ia meninggal juga. Mungkin kemarahan Ahok benar menyeret orang yang berlagak tidak adil, munafik, dan mempralat agama, tetapi jauh lebih pas, kematian itu karena kehendak Tuhan.

Meninggalnya almarhum Birgaldo karena kehendak Tuhan, bukan karma Ahok, karena ia pendukung Ahok. Padahal jauh lebih pas belajar sikap Ahok untuk bertanggung jawab dan nrima dalam kondisi yang memang karena ia tidak bijak menggunakan mulutnya.

Empat, yang masuk bui itu karena pelanggar hukum, artinya yang memang pelaku yang layak dijerat dengan pasal  pidana. Berlebihan  jika mengaitkan dengan Ahok. 

Apa yang terjadi itu dudukan pada porsinya masing-masing. Tidak usah othak athik gathuk dan membuat kisruh keadaan. Pandemi ini sudah masalah, jangan diperkeruh dengan tafsir yang berlebihan sehingga membuat keadaan lebih buruk.

Saat yang tepat untuk kembali pada jati diri bangsa, di mana gotong-royong, ramah, dan toleran itu sebagai gaya hidup yang hakiki. Hentikan caci maki dan hujatan karena perbedaan afiliasai politik

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply