Anak Polah Bapa Kepradah, Belajar dari Ibu Koas di Unsri Palembang

Anak Polah Bapa Kepradah, Belajar dari Ibu Koas di Unsri Palembang

Beberapa hari lalu media terutama sosial media panas dengan pembicaraan penganiayaan pada koordinator koas yang dilakukan oleh sopir pribadi koleganya. Warganet bergerak dan menjadi memanas dan merembet ke mana-mana. Akun media sosial yang berkaitan dengan si koas ini diserbu, salah satunya kantor bapaknya.

Jadi ingat waktu lampau, belum juga terlalu lama ada dua kejadian yang mirip-mirip. Menimpa dua keluarga, Tanur keluarga besar DPR RI dan yang agak lebih lama Alun Tri Sambodo dari Ditjend Pajak. Peristiwanya adalah kedua anak mereka melakukan penganiayaan dan ada yang berujung kematian.

Keluarga Tanur. Pidana yang dilakukan si anak membuatnya masuk persidangan. Kekuataan si bapak dengan link dan juga pastinya uang, ternyata membuat vonisnya di luar nalar publik. Akhirnya lagi-lagi warganet bergerak dan sampai pada terbongkarnya mafia pasal dan hukum yang menguasai peradilan. Sayang, bahwa pada akhirnya tidak membuka semua bobrok jenjang peradilan yang sudah lama ditengarai sangat buruk.

Keluarga Alun. Terbongkarnya kekayaan di luar nalar bagi pegawai pajak ini, karena anaknya menganiaya orang hingga koma. Media sosialnya diulik netizen dan ternyata isinya pamer kekayaan. Hal ini yang menyeret bapaknya untuk mempertanggungjawabkan bagaimana mendapatkan kekayaan seperti itu.

Pun peristiwa kali ini, kekayaan bapaknya diulik warganet dan menjadi perbincangan publik. Pertanyaan yang mengikutinya adalah, apakah akan menjadi bahan bersih-bersih menyeluruh, atau berhenti sebagaimana yang sudah-sudah, terlupa ketika ada  kejadian baru lagi.

Anak pola bapa kepradah, ungkapan Jawa yang sangat kontekstual. Anak yang berbuat ulah, bapak, orang tua tentu saja yang terkena dampaknya. Jika dulu, paling-paling hanya harus bertanggung jawab, kepikiran, atau nama baiknya tercoreng. Kalau sekarang  sangat mungkin karirnya bisa rusak, mandeg, dan bisa berujung masuk bui.

Kontrol sosial sekarang juga lebih tajam, jeli, dan cermat. Kemajuan teknologi luar biasa membantu untuk menjadi sebuah tekanan pagi tokoh ataupun penegak hukum. Hal ini sebenarnya membantu aparat dalam menegakkan aturan, menyelesaikan masalah dengan lebih menyeluruh dan tuntas. Sayangnya kolaborasi antarlembaga untuk memperbaiki keadaan berbangsa masih kurang. Padahal begitu banyak kasus-kasus hukum yang sudah dikuak warganet, penegak hukum tinggal melanjutkan, tanpa susah-susah.

Masalahnya ada pada kehendak baik, terutama melepaskan dari budaya politis dan wani piranya harus dikikis. Mau tidak?

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan