LBH: Polisi Jangan Pakai Kata Oknum untuk Polisi Bermasalah
LBH: Polisi Jangan Pakai Kata Oknum untuk Polisi Bermasalah
Sepakat dengan seruan LBH Jakarta ini, bagaimana polisi selalu menggunakan kata oknum tiap kolega mereka bermasalah hukum, dan sesama polisi harus mengadakan konferensi pers. LBH mengatakan, jika penggunaan kata oknum cenderung menyederhanakan masalah dan persoalan pelanggaran hukum ini sudah sistemik, tidak lagi hanya perilaku menyimpang dari beberapa orang.
Mulai jenderal berbintang hingga bintara atau brigadir telah terkonfirmasi melakukan pelanggaran dan sering itu adalah pidana. Jajaran jenderal yang sudah divonis dapat disebutkan Sambo, Teddy, Bonaparte, dan brigadir yang terbaru melakukan penembakan dan mengaku membubarkan tawuran. Jika mau menuliskannya hanya dalam tahun 24 saja sudah memenuhi halaman media.
Pemakaian istilah oknum, hanya mau meminimalisasi permasalahan, seolah hanya sedikit anggota, bukan keseluruhan lembaga. Benar, tidak ada lembaga atau korp, atau organisasi yang salah, namun jangan salah, bahwa pribadi-pribadi pembangunnya sangat mungkin salah. Hal ini yang harus disadari, sehingga tidak membuat tubuh organisasi itu membusuk karena perilaku yang sebagian kecil ini.
Melihat rekam jejak kepolisian dalam menangani kasus-kasus hukum anggotanya sering berperilaku defensif, sering tidak mengakui, dan ketika terdesak baru menggunakan kata oknum. Lihat salah satu contoh, peristiwa penembakan di Semarang, Pimpinan Kepolisian setempat sudah mengatakan bahwa anggotanya menembak untuk membubarkan tawuran. Kesaksian Masyarakat mengatakan tidak ada keributan sama sekali. Setelah viral langsung bersikap yang berbeda.
Masyarakat secara umum, saat ada yang melakukan kejahatan atau pidana labelnya bukan oknum, namun sampah masyarakat, mengapa ketika polisi atau penegak hukum menjadi berbeda? Apakah dengan mengatakan sampah masyarakat, semua masyarakat adalah sampah? Tidak. Sama sekali tidak.
Jika kepolisian benar-benar mau membuat sampah yang ada di dalam tubuhnya jujur saja katakan, pribadi yang melakukan kejahatan bukan lagi oknum polisi, namun sampah yang mengotori institusi dan harus bersih. Jangan malah seolah dilindungi dan diberi bantuan dengan istilah lunak, “oknum.”
Cinta korp dan institusi harusnya membersihkan bukan melindungi dan memberikan dukungan meskipun secara tidak langsung. Sama juga ketika ada bagian tubuh yang terkena kanker, harus diangkat, bukannya diperban biar tidak tampak oleh orang lain.
Keberanian mengakui bahwa institusinya ada masalah, bukan melemparkan yang bermasalah hanya Sebagian kecil. Ketidakjujuran ini menambah masalah. Tidak akan ada yang luntur kebaikan ataupun nama baiknya, dengan mengakui kesalahan dan kejahatan itu adalah prestasi.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan