Bapak SBY Perlu Malu, Berubahlah untuk Maju!

Beberapa hari ini, membaca dan melihat lini masa media sosial dan media percakapan, banyak berseliweran mengenai Demokrat. Ada dua hal saja yang menjadi bahan pembahasan, terlalu banyak kengacoan mereka.

Cenderung lebih bersifat, caper, baper, dan tantrum karena kesepian. Bagaimana bisa orang semuda AHY namun selalu bicara masa lalu. Jangan-jangan ini laku Bapak SBY melalui anaknya? Jika demikian, miris, bagaimana ke depan Demokrat bisa eksis?

Kisah pertama, mengenai AHY yang berbicara Indonesia Emas 2045.

Apa yang ia sampaikan secara umum biasa. Hanya saja, beberapa hal cukup memalukan.

Mengatakan prestasi seumit, di mana konon zaman pepo berkuasa masuk jajaran G-20. Tetapi ia lupa, di masa Jokowilah RI masuk pada jajaran negara maju, bukan lagi berkembang. Malah ia juga yang teriak ketika label negara maju itu lepas. Namun ia lupa karena pandemilah keadaan berat harus dihadapi.

AHY, pun Bapak SBY berlaku seolah-olah ini zaman batu, di mana informasi susah untuk diakses. Padahal tidak demikian. Lihat saja bagaimana prestasi yang secuil itu tidak bisa menutupi kegagalan yang jelas terpampang di depan mata.

Pengurus teras, bendahara, sekjend, ketum pula masuk bui karena korupsi. Ini stigma yang tidak bisa lepas, apalagi bangga dengan prestasi yang seucrit itu. belum lagi proyek mangkrak di mana-mana.

bapak sby

Kisah kedua. Bupati Banjarnegara

Ini pejabat yang tidak patut menjadi teladan. Ia memprovokasi warga untuk tidak usah test untuk deteksi corona dengan bahasa mesum. Dua kelalaian fatal, asusila dan membangkang pada negara.

Eh, malah diulang, menyebut nama menteri sebagai bahan olok-olokan. Padahal itu nama suku dan ada marga di sana. Bagaimana ia sebagai pejabat tidak bisa  menjaga lisannya sebagai tetua.

Menteri memang bukan atasan bupati, namun tetap pada pihak yang lebih tua, ada pada jajaran birokrasi yang di atasnya layak dihormati. Pengulangan nama terlihat sengaja merendahkan.

Melihat reputasi dari kedua kisah, layak Bapak SBY untuk melakukan evaluasi cara mereka berkampanye. Sangat tidak berkelas, bermartabat, dan lebih sering menyasar personal bukan kebijakan. Bagaimana Demokrat bisa maju dan berkembang, kala hanya model begitu yang dikedepankan.

Demokrat harus bebenah, jangan matikan potensi kader muda demi jalan pintas meraih kekuasaan. Tidak ada karpet merah untuk anak muda, jangan dimanjakan, ini menyitir kata AHY sendiri lho. Atau lagi lupa diri?

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply