Bersama Jokowi
Bersama Jokowi
Akhir-akhir ini, demikian heboh mengenai betapa buruknya Jokowi. Gila kuasa, tamak kekuasaan, dinasti politik, dan seterusnya. Adakah hujatan untuk keluarga Atut yang begitu banyak kerabatnya jadi bupati, walikota, dan gubernur? Atau SBY dengan AHY dan EBY menjadi ketua fraksi dan ketua umum partai yang pilihannya begitu itu, ke mana ungkapan dinasti politik?
Atau ada MK menjadi mahkamah keluarga? Kog pada diam saja ketika hukum juga tidak memberikan keadilan pada banyak kasus? Apa karena menyangkut Jokowi?
Jadi ingat hampir 10 tahun lalu, Ketika semua orang menertawakan Jokowi di pertemuan dengan jas yang dipersoalkan, padahal Jokowi yang benar. Sekadar orang meluapkan kebencian karena menang pilpres maunya mempermalukan Jokowi sebagai presiden yang tidak berkelas, memalukan bangsa dan negara, padahal sama sekali tidak demikian.
Jika saja Jokowi itu seperti yang didengungkan selama ini, mengapa ia menaikan tarif dasar listrik, menaikkan harga BBM, itu ungkapan kecewa para pemilihnya ketika ia naik jadi presiden. Mau turun hal yang sama terjadi. Apa iya tidak ada perjuangan yang ia lakukan dan kebaikannya sama sekali untuk negeri ini?
Tahun yang lalu, Ketika melakukan perjalanan, ada seorang teman perjalanan itu menghina-hina Jokowi Ahok sepanjang pembicaraan, namun ia mengaku pulang ke kampungnya di Luar Jawa sangat cepat karena keberadaan jalan tol. Orang itu masuk kelompok pemilih yang 28% memang, pekerjaannya memang tidak memperbolehkannya mencoblos, tapi omongannya politik semua, toh mengakui jalan tol bermanfaat.
Buat apa Jokowi berkelahi dengan WTO, Freeport, atau pihak asing demi hilirisasi bahan mineral, atau mengambil alih perusahaan tambang untuk dikelola negara? Biarkan saja, dapat fee seperti para pendahulunya toh bisa bertahan tanpa hujatan. Mengapa ia mengambil jalan susah, kalau hanya mau tiga periode atau jabatan untuk anaknya?
Hal-hal yang tidak cukup masuk akal, jika memang Jokowi itu tamak, gila kuasa, tidak perlu susah-susah dihujat, didemo, dikatain bebek lumpuh atau plonga-plongo, beri saja mereka jabatan atau tambang, pasti akan dipuja-puja dan akan ada revisi perundangan sehingga menjadikannya presiden seumur hidup. Toh tidak ia lakukan.
Cukup aneh, jika Sembilan tahun berdarah-darah dengan tulus, kog tiba-tiba menjadi pribadi tamak, susah diterima akal sehat. Hanya mungkin terjadi kecelakaan keras, atau kesambet, maka bisa berlaku demikian.
Akal sehat dan nurani itu penting, termasuk membedakan mana yang telah bekerja atau hanya pura-pura melakukan aksi dan gagal lagi-gagal lagi. Makin asyik juga nih.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan