Citayam, Politik Klaim, atau Bukti ala Ganjar

Jawa Tengah sering menjadi ledekan sebagai provinsi paling miskin, terbelakang, dan jauh jika dengan tetangga-tetangganya. Kini, di tangan Ganjar, eh malah paling sukses menjadikan provinsi paling banyak mengentaskan warganya yang miskin. Berbeda dengan Jawa Barat dan Jakarta yang malah menambah jumlah orang papanya.

Pada saat yang bersamaan, ada fenomena Citayam, di mana ABG pinggiran Jakarta ini ke kota yang dulunya disebut Batavia untuk laiknya pamer gaya hidup. Seperti mau  mempertontonkan mereka itu model jalanan. Hal yang sangat lumrah sebenarnya. Menjadi  masalah adalah ketika ada politikus yang menjadikan itu sebagai ajang pencitraan dirinya.

Mengaku sebagai pemimpin yang membangun sehingga menarik orang sekitar untuk datang. Tetapi ketika udara terburuk mengatakan, bahwa udara itu tidak memiliki KTP atau domisili. Hal yang naif dikatakan seorang pemimpin dan juga pendidikannya tidak kurang-kurang. Tidak semata klaim namun juga ngeles tingkat dewa.

Pembangunan Jakarta itu masif sejak Jokowi-Ahok, kini malah cenderung mundur dan tidak bermanfaat, selain menggunakan anggaran yang luar biasa banyak. Mewarnai kolong jembatan, atab, membuat sumur resapan yang tidak berguna sama sekali. Bongkar pasang trotoar, jalur khusus sepeda, dan banyak lagi masalah yang timbul karena ketidakmampuannya mengelola apalagi membangun.

Merasa diri pantas menjadi presiden, di mana-mana tampil bak presiden, namun kemampuan sama sekali tidak menunjukkan itu. Ini sama, identik, sebangun dengan Zulkifli Hasan yang mengatakan kalau nilai perdagangan surplus paling gede, padahal belum juga sebulan ia menjabat. Politik klaim itu begitu masifnya, di mana mereka, para elit ini lupa zaman sudah berubah.

Politik prestasi. Bagaimana banyak juga kog politikus yang mengandalkan prestasi. Salah satunya adalah Ganjar. Tidak pernah mengatakan klaim, menyatakan diri paling pantas jadi presiden, namun malah selalu nomor satu di berbagai survey. Capaiannya sebagai pemimpin daerah juga tidak kalah mentereng.

Penurunan orang  miskin ini juga berkaitan dengan kesuksesannya menarik investor untuk membangun industri di Jawa Tengah. Industrialisasi namun tidak menjadikan kebutuhan dasar naik ini tidak gampang.

UMP yang relatif rendah karena memang kebutuhan juga tidak mahal membuat Jawa Tengah menggiurkan. Kondusif karena tidak dikit-dikit demo, jelas makin menjanjikan untuk investasi.   

Elit itu masih berkutat pada kepentingan diri dan kelompok, menilai masyarakat masih seperti yang dulu. Padahal kemajuan ilmu pengetahuan sudah sangat maju. Begitu mudah mendapatkan data dan fakta mau ngibul atau separo boong dengan sangat mudah ditemukan jawabannya. Mereka lupa karena terlalu lama di sangkar emas kebodohan.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply