Enaknya MA dan BPK, Tidak Pernah Didemo dan Dimaki
Kemarin media dibuat panas karena OTT KPK menyasar Bupati Bekasi dan juga penerima suap dari BPK. Hal yang terulang, di mana demi WTP banyak pejabat daerah mau tingkat I atau II memberikan upeti pada penilai, dalam hal ini BPK. Cek saja berapa banyak bupati-walikota, gubernur yang mendapatkan WTP namun ketangkap KPK.
Padahal belum lama, ada demo berseri dari mahasiswa, alasan yang dikemukakan malah cenderung sangat naif, murahan, dan mengada-ada. Periodisasi jabatan presiden sudah dibantah, artinya aksi yang tidak lagi relevan. Tanggal cantik 313 gagal, kegiatan yang malah membawa bencana karena adanya kekerasan fisik pada Ade Armando.
Toh masih diulang pada 411 dengan tema yang tidak lagi mendasar, mengenai harga. Turunkan harga, lha kondisi global memang berat. Warga masyarakat tidak ada yang resah, harga siapa yang mahasiswa usung? Malah memuji Orde Baru, di mana mereka belum lahir. Harga migor misalnya yang dipersoalkan, kan sedang dalam penanganan serius.
Eh KPK yang nangkepin maling ini tidak pernah menjadi perhatian mereka, apalagi jika bicara mengenai keberadaan BPK yang ngaco. Atau mahasiswa tidak dengar, atau tidak seksi untuk aksi, atau malah mengerikan tidak digoreng oleh si bohir, karena tidak menguntungkan mereka.
Maling menguat menyenangkan bohir karena bisa menghajar pemerintah. Sesama maling bersinergi meremukkan negara. Kelihatannya ada kesamaan, benang merah, dan ada sebuah jaringan yang tidak kasat mata, namun itu sebuah kolaborasi demi negara menjadi lemah.
Identik dengan peradilan dan MA, di mana mereka menghukum level teroris dengan sangat ringan. Pengurungan hukuman ketika ada banding pelaku intoleransi, korupsi, dan juga oposan barisan sakit hati. Kelompok ini cenderung golongan ideolog yang memang masih memaksakan kehendak menjadikan negara ini sesuai dengan kepentingan mereka.
Mahasiswa diam saja dengan BPK, MA, dan aksi-aksi jahat mereka ini. Mengapa?
Jika tidak tahu atau mendengar, perlu dipertanyakan kapasitasnya. Mau pengetahuan, kemampuan, dan juga kekritisan mereka. Sangat kecil jika mereka tidak tahu. Mereka pura-pura tidak tahu.
Kecenderungan dan tudingan mereka mahasewa cenderung lebih masuk akal. Indikasi tema yang diusung memperlihatkan itu. Bagaimana kepentingan oposan, barisan sakit hati, dan juga masa lalu demikian kuat.
Lagi dan lagi, pekerja dihajar, pemalas dibiarkan, dan ujungnya negara menjadi lemah. Ini ladang yang disemai dengan kondisi orang mata duitan, yang penting uang. Miris
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan