Ifan Dirut PT PFN dan Koperasi Merah Putih
Ifan Dirut PT PFN dan Koperasi Merah Putih
Makin menarik apa yang dilakukan presiden ini. Usai membuat banyak ulah yang ugal-ugalan dan kritikan dijawab ndhasmu. Kini mengangkat dirut dari orang yang tidak ahlinya. Tidak ada yang salah, namun banyak yang lebih berkompeten. Contoh Garin Nugroho, Joko Anwar, Slamet Raharjo, Christine Hakim, Roy Martin, atau tokoh-tokoh perfilman Indonesia lainnya. Eh ini malah penyanyi. Berbeda jika bicara mengenai Lokananta, misalnya, tidak heran memilih dari kalangan penyanyi.
Wacana lain adalah pendirian Koperasi Merah Putih setiap desa. Nah, jika membaca rekam jejak pemilihan pejabat di tingkat elit yang demikian itu, jangan-jangan level desa pun akan demikian.
Pertama, mirip dengan KUD, Koperasi Unit Desa ala Soeharto atau Orba. Dipenuhi oleh orang-orang yang propemerintah. Sering tidak mampu, karena tokoh atau pendukung Golkar, akhirnya menjadi pengurus, karyawan, dan juga pengelola KUD. Ujung-ujungnya ya tidak berdampak banyak.
Kedua, karena tidak profesional, kedekatan personal dan ideologis semata, ya akhirnya tidak ada perkembangan sebagaimana mestinya. Malah cenderung mundur dan kini jadi sejarah masa lalu.
Ketiga, kebanyakan koperasi, apalagi Koperasi Simpan Pinjam lebih banyak yang ngaco dari pada benar-benar memberdayakan masyarakat. Lebih banyak memperdayai dana masyarakat, untuk gaya hidup pemilik atau pengurusnya.
Keempat, rekam jejak pilihan Prabowo dan timnya juga model kedekatan personal dan ideologi semata, contoh ya Ifan di atas, ada Haikal Baras, kompetensi jauh dari apa yang sudah dilakukan selama ini. Toh mereka menjadi pejabat, dan sering melakukan tindakan ngaco.
Cenderung pendukung dan timses yang mendapatkan kedudukan dan jabatan. Nah, sangat terbuka kemungkinan di Koperasi Merah Putih adalah wadah ucapan terima kasih tingkat desa. Jika demikian adanya, ya itu, model di tingkat pusat dan KUD pada masa lalu.
Kelima, padahal banyak potensi di negeri ini, termasuk di desa-desa, namun lebih cenderung banyak yang tidak dekat dengan afiliasi dan pilihan politik. Lebih celaka lagi, jika berbeda pilihan dan tidak diajak ikut serta. Ini yang banyak terjadi.
Padahal yang berbeda itu belum tentu tidak profesional dan tidak mampu melakukan dengan lebih baik. Faktanya, banyak tokoh-tokoh negeri ini tersingkir karena perbeda pilihan politik, sayang, tenaga, pikiran, dan kemampuan mereka tidak bisa untuk memperkembangkan negeri tercinta ini.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan