Jokowi Ngintip WAG dan Pola Pikir Gerung yang Tidak Logis Sok Etis

Presiden Jokowi menegur komunitas Polri dan TNI yang berdasa dari pembicaaan WAG. Ada dua hal yang menjadi perhatian, bahwa di dalam tubuh TNI-Polri ada pembicaraan penolakan IKN Nusantara dan ada kebiasaan menggundang ulama kelompok radikal.

Hal yang sudah berlangsung cukup lama. Pembiaran yang akhirnya membuat Presiden Jokowi gerah. Seolah kerja sendirian dalam menangkal aksi intoleran yang dibawa penceramah radikal. Sekian tahun hanya pembiaran yang terjadi. Benar, Dudung dan Andika melakukan tindakan tegas, namun masih banyak yang melakukan dan melenggang.

Persoalan IKN sudah final, kala UU mengenai itu sudah diketok. Pembicaraan panjang antara pemerintah dan DPR RI selaku wakil rakyat, termasuk kelompok TNI dan Polri di dalamnya tentu saja sudah sepakat, ya selesai. Kapolri dan Panglima TNI dan tiga kepala staf tentu juga sudah ikut dalam pembicaraan panjang itu.

Rocky  Gerung seolah mendapatkan panggung dengan pernyataan presiden itu. Bicara soal etis, namun     ia lupa beberapa hal berikut;

Pertama, Jokowi selaku presiden adalah panglima tertinggi bagi TNI dan Polri. Artinya, ia membawahi seluruh jenderal hingga prajurit dua. Ini sah secara UUD bahkan. Perlu Gerung ingat, dengan demikian, Jokowi memiliki legitimasi sangat kuat akan hal itu. Tidak ada yang tidak etis.

Kedua, oleh UU Presiden RI dilengkapi dengan segala instrumen yang diperlukan untuk memimpin negara dan pemerintahan. Termasuk di dalamnya adalah intelijen. Itu sah, jangan aneh-aneh membangun persepsi publik seolah presiden melaggar etika.

Ketiga, Gerung ternyata dungu. Ia off date mengenai mengintip WAG, sangat mungkin ada anggota grup yang tidak suka kemudian melaporkan, atau namanya saja media sosial, media percakapan, siapa yang bisa menjamin 100% aman? Super dungu ternyata.

Keempat. Ranah pidana, makar, melawan atau membangkang atasan. Ini era Soeharto kalau tidak Nusakambangan ya tinggal nama. Mana ada pensiun. OT malah tersemat. Gerung ke mana ya saat itu?

Malah seolah Presiden Jokowi salah dan berlebihan, yang “makar” malah didiamkan. Pola pikir dungu yang terus dipelihara, miris begitu banyak pengikut dan pemuja. Konteksnya dicermati, mengaku pakar filsafat, tetapi filsafat paling dasar, logika saja jeblok.

Narasi lompat logika memang satu-satunya andalan kelompok oposan dan barisan sakit hati. Sejak pilkada DKI sukses dengan kebodohan, diulang pilpres 19 gagal, masih dipakai oleh beberapa pihak yang memang mencari uang dengan cara demikian.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan