Jusuf Kalla: Buzzer Bukan Ulama yang Mencaci-maki
Menarik, Jusuf Kalla kembali berkomentar usai ada pemuka agama ditangkap. Lepas logika toh tidak penting, ketika memang lebih banyak lompatan logika yang dipertontonkan elit negeri ini. Jika mau jujur dan jernih, berapa banyak sih buzzer yang menggunakan bahasa caci maki? Bisa dicek di media sosial.
Buzzer juga hanya ada di ruang publik maya yang sangat sempit dibandingkan dengan tokoh agama, ingat agamanya apapun relatif sama. Menggunakan mimbar dakwah atau pengajaran mereka untuk mencaci maki. Ini serius. Lihat saja apa yang disampaikan Haikal Hasan, Rizieq, Bahar, atau Sugik Nur, kajian agamanya seberapa banyak sih?
Menjadi persoalan dan bolehlah Jusuf Kalla atau bahkan PBB sekalipun menghukum negeri ini, ketika menjerat pidana pada Kyai Said Siraj, Habib Lutfi, atau Buya Syafei, Quraish Shihab yang mengajarkan agama dengan benar, sejuk, dan tidak ada unsur kebencian. Mereka mengaji agama sepenuhnya, bukan malah politik.
Lha bagaimana menyiarkan agama kog dengan matamu picek, asu, dajjal, dan ketika ditanya soal agama marah dengan mengerahkan anak buahnya. Apa iya siar agama dengan doa kutukan bagi pemerintah, bayangkan apa salah Megawati kog dalam doa para tokoh yang dibela Jusuf Kalla itu selalu dibawa-bawa. Okelah kalau Jokowi bisa dipahami karena sedang memimpin.
Buzzer itu cacian atau makian hanya dalam komentar, bukan dalam isi atau konten bahasan mereka. Artinya, ini bukan yang utama, dominan, dan yang pokok. Komentar biasanya juga karena mendapatkan serangan yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak patut. Merespons dengan tidak semestinya.
Beda bukan dengan konten kebencian dan caci maki dengan balasan komentar cacian. Prosentase di dalam keseluruhan dinamika itu juga bisa dilihat. Dominasi cacian atau lebih banyak isi yang mau disampaikan.
Reputasinya jauh dari itu semua. Rekam jejaknya tidak berpihak bagi bangsa dan negara. Semua warga negara yang waras juga paham. Bagaimana ia berpikir, bertindak, dan memihak.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan