OTT, Koalisi Maling, dan Hukuman Wakil Ketua KPK

Hari-hari ini, begitu banyak kisah maling berdasi berseliweran. Ada tiga peristiwa penting yang bertautan erat dengan korupsi atau maling itu tadi. Masing-masing ada perwakilan dan kelompoknya.

Pagi tadi, suami-istri, politikus, seorang perempuan bupati, suaminya legeslator pusat, terkena OTT KPK. Jual beli jabatan di daerah, demikian sedikit yang sempat terbaca. Hal yang lumrah, ketika naik dengan uang, pastinya slot jabatan itu ada jual beli.

Mirisnya adalah suami-istri kena bareng. Bayangin bagaimana anak-anak mereka selama ini, makan dari uang malingan? Ke depan juga seperti apa hidup mereka, dengan label anak maling dua-duanya. Toh akan biasa saja, ada uang, semua bisa terselesaikan juga.

Kedua, wakil ketua KPK terbukti bertemu pihak berperkara di KPK. Hukuman pelanggaran etik berat dengan potong gaji 40% selama setahun.  Hal yang sangat aneh, atau itu sebuah kebiasaan, fenomena gunung es, di mana sudah sangat biasa kisah dan pertemuan demikian?

Maling

Pantas penolakan dewan pengawas dulu demikian kuat justru dari orang dalam KPK. Cukup aneh, sekelas komisioner tapi begitu fatal, bertemu dengan pihak yang sedang ada masalah dengan KPK. Kecurigaan sangat mungkin terjadi.

Ketiga, makan malam antara Anies Baswedan dengan pengawasnya, padahal bagian pengawas sudah mau menggulirkan hak bertanya. Ingat, sekadar bertanya, mengapa begitu repot menutup akses dan menolak menjawab? Kan sepele, jika tidak ada apa-apa yang jawab saja, malah memperlihatkan semakin gamblang ada apa-apa.

Pihak pengawas dari Golkar juga lebih mempertontonkan kenaifannya dengan mengatakan nambah pekerjaan. Lha kan emang pekerjaannya mengawasi. Kalau tidak suka mengawasi eksekutif ngapain nyalon dewan? Lagi-lagi  tidak tahu tugas dan esensi pekerjaan dan fungsinya.

Tiga fakta yang memilukan, di tengah pandemi. Maling berdasi masih saja berkeliaran. Sikap menyesal saja tidak ada, lha kog mau dijadikan penyuluh antikorupsi.  Ganti saja istilah dengan maling, bandit, rampok, dan sejenisnya. Korupsi terlalu halus, sehingga mereka tidak malu. Malah seolah bangga.

Agama masih sebatas ritual, berkelit, berdalih dengan ayat dan kata suci seolah maling menjadi benar. Ini masalah mental, sudah maling, memfitnah Tuhan, dan mengelabui publik. Komplet sudah bobroknya.

Waktunya pembuktian terbalik dan pemiskinan. Hukum keras, tegas, dan usut semua yang memang terkait. Benar salah biar pengadilan yang membuktikan. Hukum mai penegak hukum yang terlibat dalam jual beli pasal dan hukuman. Berikan efek jera bukan malah penghargaan.

Telusuri harta kekayaan para pejabat yang jauh dari profil yang semestinya. Perilaku tamak akan terlihat dari sana. Ini bukan soal iri atau dengki atas kekayaan. Namun bagaimana materi itu diperoleh itu penting.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply