Plonga-plongo Aman, Beda dengan Goblog

Plonga-plongo Aman, Beda dengan Goblog

Jadi ingat dulu ada pejabat negara yang mengatakan presiden dengan kata plonga-plongo. Semua aman saja, karena pada posisi elit politik, dan punya nilai tawar tinggi. Kini semua berbeda, ketika ada pejabat negara yang mengatakan goblog pada penjual es teh. Langsung viral dan si elit ini minta maaf, dan si “korban” langsung kebanjiran rezeki nomplok.

Mengapa kondisinya berbeda?

Peta politik sangat lain dengan saat itu. Kondisi sakit hati atas kekalahan pilpres berimbas ke mana-mana. Mulut bocor sebesar ember pun bisa seenaknya omong dan tanpa ada hukuman social, malah mendapatkan penghargaan dari si plonga-plongo, tanpa malu lagi. Seolah memang layak seperti itu.

Kini, kontestasi politik dengan bandul yang bergeser, si penguasa adalah kelompok yang biasa melabeli orang dengan seenak jidatnya. Nah, ketika kelompok ini memberikan cap negative, dan kebetulan adalah orang biasa, solidaritas itu menyeruak dan membuat kekuatan untuk membuat pembalasan yang setimpal.

Publik dan masyarakat sudah jengah dengan perilaku ugal-ugalan elit yang perilakunya ugal-ugalan, termasuk dalam bertuturkata semaunya sendiri. Tekanan social layak diterima sebagai system control bahwa mereka itu pelayan masyarakat, bukan  malah semaunya sendiri terhadap rakyat.

Selama ini warga hanya bersungut-sungut dan menggerutu melihat perilaku mereka yang seperti itu. Kini keadaan berbeda. Solidaritas itu tercipta, jangan sampai menjadi gerakan bola salju yang membuat liar semua tidak terkendali.

Ingat almarhum Pak Harto jatuh karena perkataan ra dadi presiden rapatheken, gegap gempita masyarakat melakukan demo yang akhirnya membuatnya tumbang. Raksasa 32 tahun dengan cengkeraman akar beringin yang sangat kokoh itu pun tumbang.

Jangan sampai pemerintahan ini pun akan bernasib sama hanya karena cara komunikasi elitnya yang tidak terkontrol. Beaya negara terlalu besar untuk membayar perilaku ugal-ugalan segentir pejabatnya yang tidak kuat pangkat.

Pembelajaran penting, bagaimana bersikap, bertuturkata, dan bertindak itu empan papan dan juga ingat jabatan, becanda itu baik dan bagus, namun tentu harus pas dan tepat tempat dan sasaran. Katanya negara adi luhung, namun kog memberikan dan melontarkan kata plongaplongo dan goblog dengan enteng, seolah hal lumrah.

Pendidikan dan beragama kita harus disadari belum menghasilkan pribadi bermutu tinggi. Pikiran cupet, mudah ngamuk, ngambegan, dan cengeng. Elitnya, gemar menghindar dari tanggung jawab, mudah merendahkan, dan tidak siap kalah dalam bersaing.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan