Makan Siang Rp. 7.500,00 dan IQ 80-an

Makan Siang Rp. 7.500,00 dan IQ 80-an

Rencana program bagian dari kampanye pilpres lalu, sudah mulai ada perubahan yang cukup signifikan. Kala pada awalnya harga lima belas ribu rupiah, berganti menjadi tujuh ribu lima ratus rupiah. Sebenarnya sejak mendengar bahan kampanye ini cukup heran. Mau apa dengan gagasan ini?

Faktanya, berita kekurangan gizi atau kelaparan hampir tidak terdengar, kecuali kasus per kasus, bukan sebuah kejadian yang cukup masif. Beberapa saat ini ada kasus stunting, toh sedang berjalan untuk menangani hal tersebut. Kejadian di  lapangan malah sering menjadi ironi, ketika standar stunting adalah kecil badannya,  padahal anaknya lincah dan pintar dalam berkomunikasi. Hal ini bukan hanya satu dua kasus, banyak menjumpai hal demikian. Toh ya tidak apa-apa, wong negara memberijan gizi atau nutrisi bagi anak-anaknya.

Malah belum terdengar itu mengatasi kemampuan intelektual yang termasuk terendah di dunia, pada kisaran 78 dan konon sudah naik pada level 93-an. Toh masih cukup jauh dengan rata-rata ideal, atau mendekati negara-negara maju yang ada pada angka 106. Sama sekali belum ada pernyataan dari pejabat  terkait dengan hal ini.

Jauh lebih penting lho, bukan sekadar gizi atau makanan yang menunjang untuk nutrisi otak, namun sistem pendidikan, budaya, dan juga hidup bersama. Yakin dari mana intelektual bangsa ini memang serendah itu?

Lihat saja emosionalnya anak negeri ini, kadang senggol bacok. Intelektual membantu orang untuk bisalebih tenang, sabar, dan mampu mengontrol emosi. Pun dengan eforia jika sedang senang. Sering lupa daratan. Cek bagaimana ketika idola mereka atau agama mereka disenggol, ngamuk.

Fakta yang lain, berkaitan dengan aktivitas membaca. Laporan dunia internasional menyebutkan, minat baca orang Indonesia sangat lemah. Mau cerdas dari mana ketika tidak ada asupan ilmu pengetahuan di sana.

Gumunan, falsafah Jawa sering mengatakan, aja gumunan, aja kagetan, lan aja dumeh, jangan mudah terheran-heran, jangan mudah terkejut, dan akhirnya jangan sok. Nasihat bijak, namun apa yang ada di negeri ini? Mudah sekali  gumun, terkagum-kagum dengan hal yang berbeda. Dulu begitu memuja Barat, kini Arab, sehingga mudah dikibulin. Hal ini berkaitan dengan kemampuan, kecerdasan yang membentuk otonomi. Pribadi yang merdeka, tidak mudah gumun.

Lihat mobil mewah saja heran, trus foto-foto dan dipamerin di media sosial. Padahal apanya yang membuat mereka meningkat? Gumun yang bernuansa negatif tentu saja. Jika berkaitan dengan hal baik, mengapa tidak? Misalnya gumun atas penemuan terbaru, modern, teknologi, itu bagus. Namun kan tidak.

Mudah mencela. Sering pencela ini tidak berbuat apa-apa. Dalam dunia tulis menulis juga sering terjadi. Bagaimana orang  yang berkomentar panjang kali lebar, ternyata belum sama sekali membuat artikel atau menulis. Sebenarnya miris, peri bahasa tong kosong nyaring bunyinya itu nyata.

Pengadaan makan siang bergizi dan gratis itu mau menjawab apa sebenarnya? Ini saya yang terlalu rendah intelektualnya apa ya sehingga tidak paham. Atau memang hanya program populis dan menjadi magnet pemilih untuk menjatuhkan vote ke mereka. Lha untuk apa subsidi listrik dan BBM dikendalikan, malah memberikan makan siang ini?

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan