Nasibmu Gus, Gus….
Nasibmu Gus, Gus….
Usai Prabowo membentuk dan mengumumkan Koalisi Indonesia Maju, yang mengidentikan diri dengan Kabinet Indonesia Maju, Muhaimin merasa ditendang oleh Prabowo. Kesempatan ini dibaca dengan baik oleh Surya Paloh, yang sepanjang tahun pusing menentukan cawapres untuk jagoannya.
Mengapa sih begitu sulit bagi AHY untuk dijadikan pasangan untuk Koalisi Perubahan itu?
Satu, suara Demokrat tidak sangat signifikan untuk bisa “mengatur,” memaksa bahwa AHY harus cawapres. Berbeda dengan PKB yang lebih gede, jelas lebih meyakinkan, jika Cak Imin mau menjadi calon RI2, dibandingkan AHY
Dua, suara dan kepopuleran AHY tidak juga banyak beranjak, masih segitu-segitu saja. Hanya survey internalnya saja yang mengatakan sangat tinggi. Padahal realitas bahwa survey juga menempatkan posisi Anies Baswedan terlalu jauh dengan dua kandidat lain. Mau, tidak mau koalisi harus mendapatkan calon wakil yang cukup kuat.
Tiga, sikap Demokrat yang sering abu-abu ketika berbicara kebersamaan, focus hanya pada kepentingan sendiri, membuat partai lain, ogah untuk mengalah dan memahami sikap demikian.
Jargon netral yang bisa juga diartikan enggan bekerja keras, faktanya juga mendukung Prabowo, namun tidak sepenuh hati dalam kampanye dan Bahasa tubuhnya di dalam kebersamaan mereka. Bisa dicek bagaimana SBY muram, bahkan cemberut ketika ada ada acara bareng-bareng.
Empat, elit Demokrat dan juga AHY sepanjang pemerintahan Jokowi nyinyir terus mengenai utang negara, infrastruktur, tata pemerintahan, padahal public sangat puas hingga 80%, itu mau dinegasi oleh mereka. Malah menjadi bumerang.
Pun banyak demo-demo yang bertendensi ada peran mereka. Demo UU Ciptaker, penolakan pengesahan UU yang sangat mendesak, seperti UU PKS, mereka menolak. Public tahu dan paham, apa yang ada dalam pemikiran Demokrat itu.
Lima, sikap kritis AHY dan juga elit Demokrat hanya demi kepentingan Cikeas, bukan bangsa dan negara. Lihat saja sikap mereka atas sikap intoleran, korupsi, dan juga kelompok ultrakanan mereka diam. Mengapa membiarkan? Karena mereka bersama-sama, mengharapkan dukungan.
Enam, pembiaran kader dan elit mereka untuk menjadi seolah oposan, kritis, namun isinya jauh dari kritikan. Cenderung nyinyir dan sering ngehoax. Termasuk di dalamnya AHY. Bagaimana model demikian mau menjadi pemimpin, Ketika tidak bisa membaca data dengan baik. Masyarakat makin cerdas, mereka diam di tempat, mundur bahkan.
Tujuh, bayang-bayang SBY yang sangat dominan, membuat ketum partai ogah berurusan dengan anak bawang yang susah lepas dari bayangan pepo. Lihat saja bagaimana AHY selama ini selalu di ketiak SBY.
Delapan, struktur organisasi Demokrat yang kacau balau membuat public dan parpol juga jengah. Bagaimana bisa kakak, adik, bapak menjadi penentu dalam sebuah organisasi. Mirip kerajaan Cikeas, dari pada partai politik.
Sembilan, AHY justru dirusak oleh pepo dan memo dengan model memberikan jabatan ketua umum. Kader bukan, langsung menjadi ketua. Mayan Ibas yang jadi ketum, dan AHY dalam posisi capres atau cawapres itu lebih baik. Wong nyatakan Ibas yang lama di Demokrat.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan